BLOG TENTANG : PENGERTIAN, MANFAAT, PENDIDIKAN, KESEHATAN, SERTA CARA, PETUNJUK DAN DO'A-DO'A

SURAH AL-ASHR : LAFAL DAN TERJEMAHAN, ASBAB, PENJELASAN DAN TAFSIRNYA

SURAH AL-ASHR : LAFAL DAN TERJEMAHAN, ASBAB, PENJELASAN DAN TAFSIRNYA
                                                    SuratAL- `ASHR(MASA)
                                                         Surat 103: 3 ayat
                                                   Diturunkan di MAKKAH


وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).

"Demi masa!" (ayat 1). Atau demi waktu `Ashar, waktu petang hari seketika bayang-bayang badan sudah mulai lebih panjang daripada badan kita sendiri, sehingga masuklah waktu sembahyang `Ashar. Maka terdapatlah pada ayat yang pendek ini dua macam tafsir.
     Syaikh Muhammad Abduh menerangkan di dalam Tafsir Juzu' `Amma bahwa telah teradat bagi bangsa Arab apabila hari telah sore yaitu :
  1. Mereka duduk bercakap-cakap membicarakan soal-soal kehidupan dan ceritera-ceritera lain yang berkenaan dengan urusan sehari-hari. Karena banyak percakapan yang melantur
  2. keraplah kejadian pertengkaran, bersakit-sakitan hati sehingga menimbulkan permusuhan. Lalu ada yang mengutuki waktu 'Ashar (petang hari), mengatakan waktu 'Ashar waktu yang celaka, atau naas
  3. banyak bahaya terjadi di waktu itu. Maka datanglah ayat ini memberi peringatan "Demi 'Ashar", perhatikanlah waktu 'Ashar. Bukan waktu `Ashar yang salah. Yang salah adalah manusia-manusia yang mempergunakan waktu itu dengan salah. Mempergunakannya untuk bercakap yang tidak tentu ujung pangkal. Misalnya bermegah-megah dengan harta, memuji diri, menghina merendahkan orang lain. Tentu orang yang dihinakan tiada terima, dan timbullah silang sengketa. Lalu kamu salahkan waktu 'Ashar, padahal kamulah yang salah. Padahal kalau kamu percakapkan apa yang berfaedah, dengan tidak menyinggung perasaan teman dudukmu, tentulah waktu `Ashar itu akan membawa manfaat pula bagimu.
Tafsir yang lain; "Demi Masa!"
    Masa seluruhnya ini, waktu-waktu yang kita lalui dalam hidup kita, zaman demi zaman, masa demi masa, dalam bahasa Arab `Ashr juga sebutannya. Sebagai semasa Indonesia dijajah Belanda dapat disebut "`Ashru Isti'maril holandiy" (Masa penjajahan Belanda), "`Ashru Isti`maril Yabaniy", masa penjajahan Jepang. "`Ashrust Tsaurati Indonesia Al-Kubra", masa Revolusi Besar Indonesia, "`Ashrul Istiqlal", masa kemerdekaan dan sebagainya.
    Berputarlah dunia ini dan berbagailah masa yang dilaluinya; suka dan duka, naik dan turun, masa muda dan masa tua. Ada masa hidup, kemudian mati dan tinggallah kenang-kenangan ke masa lalu.
Diambil Tuhanlah masa menjadi sumpah, atau menjadi sesuatu yang mesti diingat-ingati. Kita hidup di dunia ini adalah melalui masa. Setelah itu kita pun akan pergi. Dan apabila kita telah pergi, artinya mati, habislah masa yang kita pakai dan yang telah lalu tidaklah dapat diulang lagi, dan masa itu akan terus dipakai oleh manusia yang tinggal, silih berganti, ada yang datang dan ada yang pergi.
Diperingatkanlah masa itu kepada kita dengan sumpah, agar dia jangan disia-siakan, jangan diabaikan. Sejarah kemanusiaan ditentukan oleh edaran masa.
"Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam kerugian." (ayat 2).
    Di dalam masa yang dilalui itu nyatalah bahwa manusia hanya rugi selalu. Dalam hidup melalui masa itu tidak ada keuntungan sama-sekali. Hanya rugi jua yang didapati: Sehari mulai lahir ke dunia, di hari dan sehari itu usia sudah kurang satu hari. Setiap hari dilalui, sampai hitungan bulan dan tahun, dari rnuda ke tua, hanya kerugian jua yang dihadapi.
    Di waktu kecil senanglah badan dalam pangkuan ibu, itu pun rugi karena belum merasai arti hidup. Setelah mulai dewasa bolehlah berdiri sendiri, beristeri atau bersuami. Namun kerugian pun telah ada. Sebab hidup mulai bergantung kepada tenaga dan kegiatan sendiri, tidak lagi ditanggung orang lain. Sampai kepada kepuasan bersetubuh suami isteri yang berlaku dalam beberapa menit ialah untuk menghasil anak yang akan dididik dan diasuh, menjadi tanggungjawab sampai ke sekolahnya dan pengguruannya untuk bertahun-tahun.
    Di waktu badan masih muda dan gagah perkasa harapan masih banyak. Tetapi bilamana usia mulai lanjut barulah kita insaf bahwa tidaklah semua yang kita angankan di waktu muda telah tercapai.
Banyak pengalaman di masa muda telah menjadi kekayaan jiwa setelah tua. Kita berkata dalam hati supaya begini kerjakan, jangan ditempuh jalan itu, begini mengurusnya, begitu melakukannya. Pengalaman itu mahal sekali. Tetapi kita tidak ada tenaga lagi buat mengerjakannya sendiri. Setinggi-tingginya hanyalah menceriterakan pengalaman itu kepada yang muda.
Sesudah itu kita bertambah nyanyuk, bertambah sepi; bahkan kadang-kadang bertambah menjadi beban berat buat anak-cucu. Sesudah itu kita pun mati! Itu kalau umur panjang. Kalau usia pendek kerugian itu akan lebih besar lagi. Belum ada apa-apa kita pun sudah pergi. Kerugianlah seluruh masa hidup itu. Kerugian!
"Kecuali orang yang beriman." (pangkal ayat 3).
Yang tidak akan merasakan kerugian dalam masa hanyalah orang-orang yang beriman. Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya ini adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa. Manusia datang ke dunia ini sementara waktu; namun masa yang sementara itu dapat diisi dengan baik karena ada kepercayaan; ada tempat berlindung. Iman menyebabkan manusia insaf dari mana datangnya. Iman menimbulkan keinsafan guna apa dia hidup di dunia ini, yaitu untuk berbakti kepada Maha Pencipta dan kepada sesamanya manusia. Iman menimbulkan keyakinan bahwasanya sesudah hidup yang sekarang ini ada lagi hidup. Itulah hidup yang sebenarnya, hidup yang baqa. Di sana kelak segala sesuatu yang kita lakukan selama masa hidup di dunia ini akan diberi nilainya oleh Allah. "Dan beramal yang shalih,"
    Bekerja yang baik dan berfaedah. Sebab hidup itu adalah suatu kenyataan dan mati pun kenyataan pula, dan manusia yang di kekling kita pun suatu kenyataan pula. Yang baik terpuji di sini, yang buruk adalah merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain. Sinar Iman yang telah tumbuh dalam jiwa itu dan telah menjadi keyakinan, dengan sendinnya menimbulkan perbuatan yang baik.
   Dalam kandungan perut ibu tubuh kita bergerak. Untuk lahir ke dunia kita pun bergerak. Maka hidup itu sendiri pun adalah gerak. Gerak itu adalah gerak maju! Berhenti sama dengan mati. Mengapa kita akan berdiam diri? Mengapa kita akan menganggur? Tabiat tubuh kita sendiri pun adalah bergerak dan bekerja. Kerja hanyalah satu dari dua, kerja balk atau kerja jahat. Setelah kita meninggalkan dunia ini kita menghadapi dua kenyataan. Kenyataan pertama adalah sepeninggal kita, yaitu kenang-kenangan orang yang tinggal. Dan kenyataan yang kedua ialah bahwa kita kembali ke hadhirat Tuhan.
    Kalau kita beramal shalih di masa hidup, namun setelah kita mati kenangan kita akan tetap hidup berlama masa. Kadang-kadang kenangan itu hidup lebih lama daripada masa hidup jasmani kita sendiri. Dan sebagai Mu'min kita percaya bahwa di sisi Allah amalan yang kita tinggalkan itulah kekayaan yang akan kita hadapkan ke hadapan Hadhrat llahi. Sebab itu tidaklah akan rugi masa hidup kita.
"Dan berpesan-pesanan dengan Kebenaran.''
    Karena nyatalah sudah bahwa hidup yang bahagia itu adalah hidup bermasyarakat. Hidup nafsi-nafsi adalah hidup yang sangat rugi. Maka hubungkanlah tali kasih-sayang dengan sesama manusia, beri-memberi ingat apa yang benar. Supaya yang benar itu dapat dijunjung tinggi bersama. ingat-memperingatkan pula mana yang salah, supaya yang salah itu sama-sama dijauhi.
Dengan demikian beruntunglah masa hidup. Tidak akan pernah merasa rugi. Karena setiap peribadi merasakan bahwa dirinya tidaklah terlepas dari ikatan bersama. Bertemulah pepatah yang terkenal: "Duduk seorang bersempit-sempit, duduk ramai berlapang-lapang." Dan rugilah orang yang menyendiri, yang menganggap kebenaran hanya untuk dirinya seorang.
"Dan berpesan-pesanan dengan Kesabaran. " (ujung ayat 3). Tidaklah cukup kalau hanya pesan-memesan tentang nilai-nilai Kebenaran. Sebab hidup di dunia itu bukanlah jalan datar saja. Kerapkali kaki ini terantuk duri, teracung kerikil. Percobaan terlalu banyak. Kesusahan kadang-kadang sama banyaknya dengan kemudahan. Banyaklah orang yang rugi karena dia tidak tahan menempuh kesukaran dan halangan hidup. Dia rugi sebab dia mundur, atau dia rugi sebab dia tidak berani maju. Dia berhenti di tengah perjalanan. Padahal berhenti artinya pun mundur. Sedang umur berkurang juga.
    Di dalam al-Quran banyak diterangkan bahwa kesabaran hanya dapat dicapai oleh orang yang kuat jiwanya, (Surat Fushshilat; 41; 35).
 وَما يُلَقّٰها إِلَّا الَّذينَ صَبَروا وَما يُلَقّٰها إِلّا ذو حَظٍّ عَظيمٍ
“Dan sifat yang terpuji ini tidak dapat diterima melainkan oleh orang-orang yang bersikap sabar, dan tidak juga dapat diterima melainkan oleh orang yang mempunyai bahagian yang besar dari kebahagiaan dunia dan akhirat.”
وَما يُلَقّٰها إِلَّا الَّذينَ صَبَروا
Dan tidak diberikan dengannya melainkan orang-orang yang sabar sungguh
      Maksudnya, tidak akan dapat mencapai tahap orang berdakwah seperti yang telah disebut dalam ayat sebelum ini melainkan orang yang sabar sungguh, iaitu kalau orang-orang bercakap kasar dengan kita, menolak kita, mencemuh kita dan sebagainya lagi yang menyakitkan hati, tetapi masih bersabar untuk bercakap baik dengan mereka, masih berlembut dengan mereka.
     Sifat dan tindak balas seperti itu adalah amat susah sekali dicapai kerana kita semua ini selalunya ada panas baran belaka. Kalau ada yang cakap kasar dengan kita, tentunya tindakan yang selalunya terjadi, kita akan bercakap kasar balik dengan mereka.
    Tetapi, ada yang boleh capai kedudukan itu iaitu orang-orang yang dapat bersabar. Sabar itu maksudnya boleh menahan perasaan. Memang akan ada perasaan marah, geram dan sebagainya, tetapi kita tidak ambil tindakan. Sabar ini penting kerana usaha dakwah memerlukan kesabaran yang tinggi. Bukan senang orang hendak terima ajakan kita. Ada orang yang belum sampai lagi hidayah kepada mereka. Kita dulu pun macam itu juga. Jadi, kenalah sabar dengan mereka. Namun, kita kena ingat yang kita tidak boleh minta sabar, kecuali kalau kita di medan perang. Ini kerana kalau kita minta ‘sabar’, maka Allah akan beri dugaan untuk menzahirkan sabar kita. Maka ini seolah-olah minta masalah pula. Ini kita dapat fahami dari satu hadis Nabi:

رواه الترمذي 3527 من طريق أَبِي الْوَرْدِ عَنْ اللَّجْلَاجِ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ : ” سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا وَهُوَ يَقُولُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الصَّبْرَ ، فَقَالَ : سَأَلْتَ اللَهَ الْبَلَاءَ فَسَلْهُ الْعَافِيَةَ

Nabi SAW mendengar seorang lelaki berdoa: Ya Allah aku memohon kepada-Mu sabar. Baginda bersabda: kamu meminta bala. Maka mintalah afiah. [ Riwayat AT-Tirmidzi ].
    Jadi tidak boleh minta kita dijadikan seorang penyabar, tetapi sabar itu akan diberi kalau kita berusaha. Bila ada masalah, bila ada dugaan, maka waktu itu bolehlah kalau hendak minta sabar. Tetapi kalau keadaan baik, keadaan tenang tiada masalah, jangan kita minta Allah SWT berikan sabar kepada kita.
 Orang yang lemah akan rugilah. Maka daripada pengecualian yang empat ini: (1) Iman, (2) Amal shalih, (3) Ingat-mengingat tentang Kebenaran, (4) Ingat-mengingat tentang Kesabaran, kerugian yang mengancam masa hidup itu pastilah dapat dielakkan. Kalau tidak ada syatat yang empat ini rugilah seluruh masa hidup.
    Ibnul Qayyim di dalam kitabnya "Miftahu Daris-Sa'adah" menerangkan; "Kalau keempat martabat telah tercapai oleh manusia, hasillah tujuannya menuju kesempumaan hidup. Pertama: Mengetahui Kebenaran. Kedua: Mengamalkan Kebenaran itu. Ketiga: Mengajarkannya kepada orang yang belum pandai memakaikannya. Keempat: Sabar di dalam menyesuaikan diri dengan Kebenaran dan mengamalkan dan mengajarkannya. Jelaslah susunan yang empat itu di dalam Surat ini.
    Dalam Surat ini Tuhan menerangkan martabat yang empat itu. Dan Tuhan bersumpah, demi masa, bahwasanya tiap-tiap orang rugilah hidupnya kecuali orang yang beriman. Yaitu orang yang mengetahui kebenaran lalu mengakuinya. Itulah martabat pertama.
Beramal yang shalih, yaitu setelah kebenaran itu diketahui lalu diamalkan; itulah martabat yang kedua. Berpesan-pesanan dengan Kebenaran itu, tunjuk menunjuki jalan ke sana. Itulah martabat ketiga. Berpesan-pesanan, nasihat-menasihati, supaya sabar menegakkan kebenaran dan teguh hati jangan bergoncang. Itulah martabat keempat. Dengan demikian tercapailah kesempumaan. Sebab kesempumaan itu ialah sempurna pada diri sendiri dan menyempumakan pula bagi orang lain.            Kesempurnaan itu dicapai dengan kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Buat memenuhi kekuatan ilmiah ialah iman. Buat peneguh kekuatan amaliah ialah berbuat amal yang shalih. Dan menyempumakan orang lain ialah dengan mengajarkannya kepada mereka dan mengajaknya bersabar dalam berilmu dan beramal.
    Lantaran itu meskipun Surat ini pendek sekali namun isinya mengumpulkan kebajikan dengan segala cabang rantingnya. Segala pujilah bagi Allah yang telah menjadikan kitabnya mencukupi dari segala macam kitab, pengobat dari segala macam penyakit dan penunjuk bagi segala jalan kebenaran."
   Sekian kita salin dari Ibnul Qayyim. Ar-Razi menulis pula dalam tafsimya: "Dalam Surat ini terkandung peringatan yang keras. Karena sekalian manusia dianggap rugilah adanya, kecuali barangsiapa yang berpegang dengan keempatnya ini. Yaitu: Iman, Amal Shalih, Pesan-memesan kepada Kebenaran dan Pesan-memesan kepada Kesabaran. Itu menunjukkan bahwa keselamatan hidup bergantung kepada keempatnya, jangan ada yang tinggal. Dan dapat juga diambil kesimpulan dari Surat ini bahwa mencari selamat bukanlah untuk diri sendiri saja, melainkan disuruh juga menyampaikan, atau sampai-menyampaikan dengan orang lain. Menyeru kepada Agama, Nasihat atas Kebenaran, Amar ma'ruf nahyi munkar, dan supaya mencintai atas saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya. Dua kali diulang tentang pesan-memesan, wasiat mewasiati, karena pada yang pertama menyerunya kepada jalan Allah dan pada yang kedua supaya berteguh hati menjalankannya. Atau pada yang pertama menyuruh dengan yang ma'ruf dan pada yang kedua mencegah dari yang munkar. Di dalam Surat Luqman, 21; 17
 
يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Tafsir al-Jalalain (Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu) disebabkan amar makruf dan nahi mungkarmu itu. (Sesungguhnya yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu (termasuk hal-hal yang ditekankan untuk diamalkan) karena mengingat hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang wajib.
Dari ayat tersebut dengan terang-terang ditulis wasiat Luqman kepada anaknya agar dia suka menyuruh berbuat baik, mencegah berbuat munkar dan bersabar atas apa pun jua yang menimpa diri.
     Menurut keterangan Ibnu Katsir pula di dalam tafsirnya: "Suatu keterangan daripada ath-Tabrani yang ia terima dari jalan Hamaad bin Salmah, dari Tsabit bin `Ubaidillah bin Hashn: "Kalau dua orang sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. bertemu, belumlah mereka berpisah melainkan salah seorang diantara mereka membaca Surat al-`Ashr ini terlebih dahulu, barulah mereka mengucapkan salam tanda berpisah."
    Syaikh Muhammad Abduh dalam menafsirkan Hadis pertemuan dan perpisahan dua sahabat ini berkata: "Ada orang yang menyangka bahwa ini hanya semata-mata tabarruk (mengambil berkat) saja. Sangka itu salah. Maksud membaca ketika akan berpisah ialah memperingatkan isi ayat-ayat, khusus berkenaan dengan pesan-memesan Kebenaran dan pesan-memesan atas Kesabaran itu, sehingga meninggalkan kesan yang baik."
    Imam asy-Syafi'i berkata: "Kalau manusia seanteronya sudi merenungkan Surat ini, sudah cukuplah itu baginya."
    Syaikh Muhammad Abduh menafsirkan Surat ini dengan tersendiri, dan Sayid Rasyid Ridha pernah mencetak Tafsiran gurunya ini dengan sebuah buku tersendiri pula, dan menjadi salah satu pelajaran kami di Sumatera Thawalib, Padang Panjang pada tahun 1922.
SURAH AL-ASHR : LAFAL DAN TERJEMAHAN, ASBAB, PENJELASAN DAN TAFSIRNYA Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ilmusaudara.com

0 comments:

Post a Comment