Surah Al-Ashar dan Terjemahan Serta Penjelasan Para Ulama Tafsir
بِسْمِاللَّهِالرَّحْمَنِالرَّحِيمِ
وَالْعَصْرِ
(١)
1- Demi masa!
إِنَّالإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢
2- Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam kerugian.
إِلا الَّذِينَآمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِوَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْابِالصَّبْرِ (٣
3- Kecuali orang yang beriman dan beramal yang shalih dan
berpesan-pesanan dengan Kebenaran dan berpesan-pesanan dengan Kesabaran.
Penjelasan Ayat :
"Demi masa!"
(ayat 1). Atau demi waktu `Ashar, waktu
petang hari seketika bayang-bayang badan sudah mulai lebih panjang daripada
badan kita sendiri, sehingga masuklah waktu sembahyang `Ashar. Maka terdapatlah
pada ayat yang pendek ini dua macam tafsir.
⇒Syaikh Muhammad Abduh menerangkan di dalam Tafsir Juzu' `Amma bahwa
salah satu asbabun nuzul (sebab diturunkannya surah al-Ashr) adalah bahwa
orang-orang bangsa Arab telah teradat apabila hari telah sore, mereka duduk
bercakap-cakap membicarakan soal-soal kehidupan dan ceritera-ceritera lain yang
berkenaan dengan urusan sehari-hari. Karena banyak percakapan yang melantur,
keraplah kejadian pertengkaran, bersakit-sakitan hati sehingga menimbulkan
permusuhan. Lalu ada yang mengutuki waktu 'Ashar (petang hari), mengatakan
waktu 'Ashar waktu yang celaka, atau naas, banyak bahaya terjadi di waktu
itu.
Maka datanglah ayat ini memberi peringatan
"Demi 'Ashar", perhatikanlah waktu 'Ashar. Bukan waktu `Ashar yang
salah. Yang salah adalah manusia-manusia yang mempergunakan waktu itu dengan
salah. Mempergunakannya untuk bercakap yang tidak tentu ujung pangkal. Misalnya
bermegah-megah dengan harta, memuji diri, menghina merendahkan orang lain.
Tentu orang yang dihinakan tiada terima, dan timbullah silang sengketa.
Lalu kamu salahkan waktu 'Ashar, padahal kamulah
yang salah. Padahal kalau kamu percakapkan apa yang berfaedah, dengan tidak
menyinggung perasaan teman dudukmu, tentulah waktu `Ashar itu akan membawa
manfaat pula bagimu.
Inilah satu tafsir.
Tafsir yang lain; "Demi Masa!"
Masa seluruhnya ini, waktu-waktu yang kita lalui
dalam hidup kita, zaman demi zaman, masa demi masa, dalam bahasa Arab `Ashr juga
sebutannya. Sebagai semasa Indonesia dijajah
Belanda dapat disebut "`Ashru
Isti'maril holandiy" (Masa penjajahan Belanda), "`Ashru Isti`maril
Yabaniy", masa penjajahan Jepang. "`Ashrust
Tsaurati Indonesia Al-Kubra", masa Revolusi Besar Indonesia, "`Ashrul
Istiqlal", masa kemerdekaan dan sebagainya.
Berputarlah dunia ini dan berbagailah masa yang
dilaluinya; suka dan duka, naik dan turun, masa muda dan masa tua. Ada masa
hidup, kemudian mati dan tinggallah kenang-kenangan ke masa lalu. Diambil Tuhanlah masa menjadi sumpah, atau
menjadi sesuatu yang mesti diingat-ingati. Kita hidup di dunia ini adalah
melalui masa. Setelah itu kita pun akan pergi. Dan apabila kita telah pergi,
artinya mati, habislah masa yang kita pakai dan yang telah lalu tidaklah dapat
diulang lagi, dan masa itu akan terus dipakai oleh manusia yang tinggal, silih
berganti, ada yang datang dan ada yang pergi. Diperingatkanlah masa itu kepada kita dengan
sumpah, agar dia jangan disia-siakan, jangan diabaikan. Sejarah kemanusiaan
ditentukan oleh edaran masa.
"Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam
kerugian." (ayat 2). Di dalam masa yang dilalui itu nyatalah bahwa manusia
hanya rugi selalu. Dalam hidup melalui masa itu tidak ada keuntungan
sama-sekali. Hanya rugi jua yang didapati: Sehari mulai lahir ke dunia, di hari
dan sehari itu usia sudah kurang satu hari. Setiap hari dilalui, sampai
hitungan bulan dan tahun, dari rnuda ke tua, hanya kerugian jua yang
dihadapi.Di waktu kecil senanglah badan dalam pangkuan ibu, itu pun rugi karena
belum merasai arti hidup. Setelah mulai dewasa bolehlah berdiri sendiri,
beristeri atau bersuami. Namun kerugian pun telah ada. Sebab hidup mulai
bergantung kepada tenaga dan kegiatan sendiri, tidak lagi ditanggung orang
lain. Sampai kepada kepuasan bersetubuh suami isteri yang berlaku dalam
beberapa menit ialah untuk menghasil anak yang akan dididik dan diasuh, menjadi
tanggungjawab sampai ke sekolahnya dan pengguruannya untuk bertahun-tahun.
Di waktu badan masih muda dan gagah perkasa
harapan masih banyak. Tetapi bilamana usia mulai lanjut barulah kita insaf
bahwa tidaklah semua yang kita angankan di waktu muda telah tercapai. Banyak pengalaman di masa muda telah menjadi
kekayaan jiwa setelah tua. Kita berkata dalam hati supaya begini kerjakan,
jangan ditempuh jalan itu, begini mengurusnya, begitu melakukannya. Pengalaman
itu mahal sekali. Tetapi kita tidak ada tenaga lagi buat mengerjakannya
sendiri. Setinggi-tingginya hanyalah menceriterakan pengalaman itu kepada yang
muda. Sesudah itu kita bertambah nyanyuk, bertambah sepi; bahkan
kadang-kadang bertambah menjadi beban berat buat anak-cucu. Sesudah itu kita
pun mati! Itu kalau umur panjang. Kalau usia pendek kerugian itu akan
lebih besar lagi. Belum ada apa-apa kita pun sudah pergi. Kerugianlah seluruh
masa hidup itu. Kerugian!
"Kecuali orang yang beriman." (pangkal
ayat 3). Yang tidak akan merasakan kerugian dalam masa hanyalah orang-orang
yang beriman. Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya ini adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa. Manusia
datang ke dunia ini sementara waktu; namun masa yang sementara itu dapat diisi
dengan baik karena ada kepercayaan; ada tempat berlindung. Iman menyebabkan
manusia insaf dari mana datangnya. Iman menimbulkan keinsafan guna apa dia
hidup di dunia ini, yaitu untuk berbakti kepada Maha Pencipta dan kepada
sesamanya manusia. Iman menimbulkan keyakinan bahwasanya sesudah hidup yang sekarang
ini ada lagi hidup. Itulah hidup yang sebenarnya, hidup yang baqa. Di sana
kelak segala sesuatu yang kita lakukan selama masa hidup di dunia ini akan
diberi nilainya oleh Allah. "Dan beramal yang shalih," bekerja yang
baik dan berfaedah. Sebab hidup itu adalah suatu kenyataan dan mati pun
kenyataan pula, dan manusia yang di kekling kita pun suatu kenyataan pula. Yang
baik terpuji di sini, yang buruk adalah merugikan diri sendiri dan merugikan
orang lain. Sinar Iman yang telah tumbuh dalam jiwa itu dan telah menjadi
keyakinan, dengan sendinnya menimbulkan perbuatan yang baik.
Dalam kandungan perut ibu tubuh kita bergerak.
Untuk lahir ke dunia kita pun bergerak. Maka hidup itu sendiri pun adalah
gerak. Gerak itu adalah gerak maju! Berhenti sama dengan mati. Mengapa kita
akan berdiam diri? Mengapa kita akan menganggur? Tabiat tubuh kita sendiri pun
adalah bergerak dan bekerja. Kerja hanyalah satu dari dua, kerja balk atau
kerja jahat. Setelah kita meninggalkan dunia ini kita menghadapi dua kenyataan.
Kenyataan pertama adalah sepeninggal kita, yaitu kenang-kenangan orang yang tinggal.
Dan kenyataan yang kedua ialah bahwa kita kembali ke hadhirat Tuhan.
Kalau kita beramal shalih di masa hidup, namun
setelah kita mati kenangan kita akan tetap hidup berlama masa. Kadang-kadang
kenangan itu hidup lebih lama daripada masa hidup jasmani kita sendiri. Dan
sebagai Mu'min kita percaya bahwa di sisi Allah amalan yang kita tinggalkan
itulah kekayaan yang akan kita hadapkan ke hadapan Hadhrat llahi. Sebab itu
tidaklah akan rugi masa hidup kita.
"Dan berpesan-pesanan dengan Kebenaran.''
Karena nyatalah sudah bahwa hidup yang bahagia itu adalah hidup bermasyarakat.
Hidup nafsi-nafsi adalah hidup yang sangat rugi. Maka hubungkanlah tali
kasih-sayang dengan sesama manusia, beri-memberi ingat apa yang benar. Supaya
yang benar itu dapat dijunjung tinggi bersama. ingat-memperingatkan pula mana
yang salah, supaya yang salah itu sama-sama dijauhi.
Dengan demikian beruntunglah masa hidup. Tidak
akan pernah merasa rugi. Karena setiap peribadi merasakan bahwa dirinya
tidaklah terlepas dari ikatan bersama. Bertemulah pepatah yang terkenal:
"Duduk seorang bersempit-sempit, duduk ramai berlapang-lapang." Dan
rugilah orang yang menyendiri, yang menganggap kebenaran hanya untuk dirinya
seorang.
"Dan berpesan-pesanan dengan Kesabaran.
" (ujung ayat 3). Tidaklah cukup kalau hanya pesan-memesan tentang
nilai-nilai Kebenaran. Sebab hidup di dunia itu bukanlah jalan datar saja.
Kerapkali kaki ini terantuk duri, teracung kerikil. Percobaan terlalu banyak.
Kesusahan kadang-kadang sama banyaknya dengan kemudahan. Banyaklah orang yang
rugi karena dia tidak tahan menempuh kesukaran dan halangan hidup. Dia rugi
sebab dia mundur, atau dia rugi sebab dia tidak berani maju. Dia berhenti di
tengah perjalanan. Padahal berhenti artinya pun mundur. Sedang umur berkurang
juga.
Di dalam al-Quran banyak diterangkan bahwa
kesabaran hanya dapat dicapai oleh orang yang kuat jiwanya, (Surat Fushshilat;
41; 35). Orang yang lemah akan rugilah.
Maka daripada pengecualian yang empat ini:
(1) Iman,
(2) Amal shalih,
(3) Ingat-mengingat tentang Kebenaran,
(4) Ingat-mengingat tentang Kesabaran, kerugian
yang mengancam masa hidup itu pastilah dapat dielakkan.
Kalau tidak ada syarat yang empat ini rugilah
seluruh masa hidup.
⇒Ibnul Qayyim di dalam kitabnya "Miftahu Daris-Sa'adah"
menerangkan;
"Kalau keempat martabat telah
tercapai oleh manusia, hasillah tujuannya menuju kesempumaan hidup.
➤Mengetahui Kebenaran.
➤Mengamalkan Kebenaran
itu.
➤Mengajarkannya kepada
orang yang belum pandai memakaikannya.
➤Sabar di dalam
menyesuaikan diri dengan Kebenaran dan mengamalkan dan mengajarkannya.
Jelaslah
susunan yang empat itu di dalam Surat ini. Dalam Surat ini Tuhan menerangkan martabat yang
empat itu. Dan Tuhan bersumpah, demi masa, bahwasanya tiap-tiap orang rugilah
hidupnya kecuali orang yang beriman. Yaitu orang yang mengetahui kebenaran lalu
mengakuinya. Itulah martabat pertama.Beramal yang shalih, yaitu setelah
kebenaran itu diketahui lalu diamalkan; itulah martabat
yang kedua.Berpesan-pesanan dengan Kebenaran itu, tunjuk menunjuki jalan
ke sana. Itulah martabat ketiga.Berpesan-pesanan, nasihat-menasihati,
supaya sabar menegakkan kebenaran dan teguh hati jangan bergoncang. Itulah
martabat keempat.
Dengan demikian tercapailah kesempumaan.Sebab
kesempumaan itu ialah sempurna pada diri sendiri dan menyempumakan pula bagi
orang lain. Kesempurnaan itu dicapai dengan kekuatan ilmu dan kekuatan amal.
Buat memenuhi kekuatan ilmiah ialah iman. Buat peneguh kekuatan amaliah ialah
berbuat amal yang shalih. Dan menyempumakan orang lain ialah dengan
mengajarkannya kepada mereka dan mengajaknya bersabar dalam berilmu dan
beramal. Lantaran itu meskipun Surat ini pendek sekali namun isinya
mengumpulkan kebajikan dengan segala cabang rantingnya. Segala pujilah bagi
Allah yang telah menjadikan kitabnya mencukupi dari segala macam kitab,
pengobat dari segala macam penyakit dan penunjuk bagi segala jalan
kebenaran."
⟹Ar-Razi menulis pula dalam tafsimya:
"Dalam Surat ini terkandung
peringatan yang keras. Karena sekalian manusia dianggap rugilah adanya, kecuali
barangsiapa yang berpegang dengan keempatnya ini. Yaitu: Iman, Amal Shalih,
Pesan-memesan kepada Kebenaran dan Pesan-memesan kepada Kesabaran. Itu menunjukkan
bahwa keselamatan hidup bergantung kepada keempatnya, jangan ada yang tinggal.
Dan dapat juga diambil kesimpulan dari Surat ini bahwa mencari selamat bukanlah
untuk diri sendiri saja, melainkan disuruh juga menyampaikan, atau
sampai-menyampaikan dengan orang lain. Menyeru kepada Agama, Nasihat atas
Kebenaran, Amar ma'ruf nahyi munkar, dan supaya mencintai atas saudaranya apa
yang dia cintai untuk dirinya. Dua kali diulang tentang pesan-memesan, wasiat
mewasiati, karena pada yang pertama menyerunya kepada jalan Allah dan pada yang
kedua supaya berteguh hati menjalankannya. Atau pada yang pertama menyuruh
dengan yang ma'ruf dan pada yang kedua mencegah dari yang munkar. Di dalam
Surat Luqman, 21; 17 dengan terang-terang ditulis wasiat Luqman kepada anaknya
agar dia suka menyuruh berbuat baik, mencegah berbuat munkar dan bersabar atas
apa pun jua yang menimpa diri.
⟹Ibnu Katsir di dalam
tafsirnya: "Suatu keterangan daripada ath-Tabrani yang ia terima dari
jalan Hamaad bin Salmah, dari Tsabit bin `Ubaidillah bin Hashn: "Kalau dua
orang sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. bertemu, belumlah mereka berpisah
melainkan salah seorang diantara mereka membaca Surat al-`Ashr ini terlebih
dahulu, barulah mereka mengucapkan salam tanda berpisah."
⟹Syaikh Muhammad Abduh dalam menafsirkan Hadis pertemuan dan
perpisahan dua sahabat ini berkata: "Ada orang yang menyangka
bahwa ini hanya semata-mata tabarruk (mengambil berkat) saja. Sangka itu salah.
Maksud membaca ketika akan berpisah ialah memperingatkan isi ayat-ayat, khusus
berkenaan dengan pesan-memesan Kebenaran dan pesan-memesan atas Kesabaran itu,
sehingga meninggalkan kesan yang baik."
⇒Imam asy-Syafi'i berkata:
"Kalau manusia seanteronya sudi merenungkan
Surat ini, sudah cukuplah itu baginya."
0 comments:
Post a Comment