Pemilu diselenggarakan untuk mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat atau sistem pemerintahan demokratis, karena rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung, maka diperlukan cara untuk memilih wakil yang akan mewakili rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Olehnya itu adapun fungsi pemilu secara menyeluruh yaitu mempunyai tiga fungsi utama diantaranya (1) sebagai sarana memilih pejabat publik / pembentukan pemerintahan (2) sebagai sarana pertanggung jawaban pejabat publik; dan (3) sebagai sarana pendidikan publik.
1. Hak Pilih Umun
Pemilu hanya bisa disebut demokratis bila semua warga negara dewasa menikmati hak pilih pasif ataupun aktif. Kalau toh diadakan pembatasan, hal itu harus ditentukan secara demokratis, yaiu melalui undang-undang. Dalam kehidupan modern, pembatasan itu hanya bisa dipahami bila didasarkan pada "ketidak mampuan seseorang menerima tanggung jawab sosial kenegaraan" seperti terjadi pada orang gila atau pelaku tindak kriminal tertentu atau anak-anak dibawah usia tertentu. Pembatasan hak pilih atas dasar seks, ras, agama, atau milik pribadi, kini tidak dapat ditolelir lagi.
2. Kesetaraan Bobot Suara
Berlakunya prinsip hak pilih umum, memang perlu tetapi belum mencukupi. Harus ada jaminan pula bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Artinya tidak boleh ada sekelompok warga negara, apapun kedudukan, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Oleh karena itu kuota bagi sebuah kursi parlemen harus berlaku umum. Kalau misalnya kuota setiap kursi di parlemen 420000 suara, maka harus ada jaminan bahwa tidak ada sekelompok warga negara pun yang jumlah suara kurang dari kuota yang telah diteentukan bisa menduduki satu kursi.
3. Terjadinya Pilihan yang Signifikan
Hak pilih maupun bobot suara yang setara antara sesama pemilih itu kemudian harus dihadapkan pilihan-pilihan yang cukup signifikan. Sebab, hakikat memilih memang mengasumsikan adanya lebih dari satu pilihan. Perbedaan pilihan itu bisa sangat sederhana, seperti perbedaan antara dua orang atau lebih calon, atau perbedaan yang lebih rumit antara dua atau lebih garis politik / program kerja yang berlainan, sampai kepada perbedaan dua atau lebih ediologi.
4. Kebebasan Nominasi
Pilihan-pilihan itu memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga prinsip diatas juga menyiratkan pentingnya kebebasan berorganisasi. Melalui organisasi itulah kelompok-kelompok rakyat bergumul untuk mengajukan alternatif terbaik bagi upaya mewujudkan kesejahteraan bangsanya. Melalui organisasi itu pula masing-masing kelompok rakyat membina, menyeleksi, dan menominasikan calon-calon yang mereka menilai mampu menerjemahkan kebijaksanaan organisasi dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Jadi di dalam kebebasan berorganisasi itu secara implisit terkandung pula kebebasan menominasikan calon wakil rakyat, sebab hanya dengan cara itulah pilihan-pilihan yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemilihan umum.
5. Persamaan Hak Kampanye
Program dan calon-calon unggulan tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diketahui oleh massa pemilih. Oleh karena itu kampanye menjadi amat penting kedudukannya dalam peroses pemilu. Melalui proses itu massa pemilih diperkenalkan dengan calon dan program kerja para kontestan pemilu, paling tidak massa kembali di segarkan kembali ingatannya atau digugah perhatiannya terhadap masalah-masalah nasional, regional atau pun lokal yang ada serta resep-resep pemecahan masalah yang ditawarkan para kontestan, pengetahuan, kesadaran dan sentimen-sentimen yang terbangun selam masa kampanye itu diharapkan mempengaruhi pertimbangan massa pemilih dibilik suara.
6. Kebebasan Dalam Memberikan Suara
Jika semua prinsip di atas telah ditegakkan, masih diperlukan pula jaminan bahwa para pemilih dapat menetukan pilihannya secara bebas, mandiri, sesuai dengan pertimnangan hati nuraninya. Pemberi suara harus bebas dari berbagai hambatan fisik maupun mental (takut, terpaksa dan sebagainya) dalam menentukan pilihannya. Oleh karena itu harus ada jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi kerahasiaannya dari pihak mana pun juga, terutama penguasa.
7. Kejujuran Dalam Perhitungan Suara
Lebih lanjut perhitungan suara pun harus dilakukan secara jujur dan terbuka, sebab keseluruhan kegiatan diatas akan sia-sia belaka jika tidak ada kejujuran dalam perhitungan suara. Kecurangan dalam perhitungan suara akan menggagalkan upaya menjelmakan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat. Keberadaan badan lembaga pemantau independent pemilu dapat menopan perwujudan prinsip kejujuran dan perhitungan suara.
8. Penyelenggaraan Secara Periodik
Pada akhirnya pemilu itu harus dilaksanakan secara periodik. Pemilu tidak boleh diajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu tidak boleh dijadikan alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Pemilu justru dimaksudkan sebagai sarana menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga.
Ciri-ciri Pemilu Demokrastis
Tidak semua penyelenggaraan pemilu dapat mewujudkan fungsi-fungsi pokok sehingga layak disebut pemilu demokratis. Pemilu hanya dapat disebut demokratis apabila memenuhi krateria tertentu. Adapun kriteria-kriteria tersebut menurut Austin Renney (1982) ada 8 krateria pokok bagi pemilu demokratis antara lain sebagai berikut :1. Hak Pilih Umun
Pemilu hanya bisa disebut demokratis bila semua warga negara dewasa menikmati hak pilih pasif ataupun aktif. Kalau toh diadakan pembatasan, hal itu harus ditentukan secara demokratis, yaiu melalui undang-undang. Dalam kehidupan modern, pembatasan itu hanya bisa dipahami bila didasarkan pada "ketidak mampuan seseorang menerima tanggung jawab sosial kenegaraan" seperti terjadi pada orang gila atau pelaku tindak kriminal tertentu atau anak-anak dibawah usia tertentu. Pembatasan hak pilih atas dasar seks, ras, agama, atau milik pribadi, kini tidak dapat ditolelir lagi.
2. Kesetaraan Bobot Suara
Berlakunya prinsip hak pilih umum, memang perlu tetapi belum mencukupi. Harus ada jaminan pula bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Artinya tidak boleh ada sekelompok warga negara, apapun kedudukan, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Oleh karena itu kuota bagi sebuah kursi parlemen harus berlaku umum. Kalau misalnya kuota setiap kursi di parlemen 420000 suara, maka harus ada jaminan bahwa tidak ada sekelompok warga negara pun yang jumlah suara kurang dari kuota yang telah diteentukan bisa menduduki satu kursi.
3. Terjadinya Pilihan yang Signifikan
Hak pilih maupun bobot suara yang setara antara sesama pemilih itu kemudian harus dihadapkan pilihan-pilihan yang cukup signifikan. Sebab, hakikat memilih memang mengasumsikan adanya lebih dari satu pilihan. Perbedaan pilihan itu bisa sangat sederhana, seperti perbedaan antara dua orang atau lebih calon, atau perbedaan yang lebih rumit antara dua atau lebih garis politik / program kerja yang berlainan, sampai kepada perbedaan dua atau lebih ediologi.
4. Kebebasan Nominasi
Pilihan-pilihan itu memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga prinsip diatas juga menyiratkan pentingnya kebebasan berorganisasi. Melalui organisasi itulah kelompok-kelompok rakyat bergumul untuk mengajukan alternatif terbaik bagi upaya mewujudkan kesejahteraan bangsanya. Melalui organisasi itu pula masing-masing kelompok rakyat membina, menyeleksi, dan menominasikan calon-calon yang mereka menilai mampu menerjemahkan kebijaksanaan organisasi dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Jadi di dalam kebebasan berorganisasi itu secara implisit terkandung pula kebebasan menominasikan calon wakil rakyat, sebab hanya dengan cara itulah pilihan-pilihan yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemilihan umum.
5. Persamaan Hak Kampanye
Program dan calon-calon unggulan tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diketahui oleh massa pemilih. Oleh karena itu kampanye menjadi amat penting kedudukannya dalam peroses pemilu. Melalui proses itu massa pemilih diperkenalkan dengan calon dan program kerja para kontestan pemilu, paling tidak massa kembali di segarkan kembali ingatannya atau digugah perhatiannya terhadap masalah-masalah nasional, regional atau pun lokal yang ada serta resep-resep pemecahan masalah yang ditawarkan para kontestan, pengetahuan, kesadaran dan sentimen-sentimen yang terbangun selam masa kampanye itu diharapkan mempengaruhi pertimbangan massa pemilih dibilik suara.
6. Kebebasan Dalam Memberikan Suara
Jika semua prinsip di atas telah ditegakkan, masih diperlukan pula jaminan bahwa para pemilih dapat menetukan pilihannya secara bebas, mandiri, sesuai dengan pertimnangan hati nuraninya. Pemberi suara harus bebas dari berbagai hambatan fisik maupun mental (takut, terpaksa dan sebagainya) dalam menentukan pilihannya. Oleh karena itu harus ada jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi kerahasiaannya dari pihak mana pun juga, terutama penguasa.
7. Kejujuran Dalam Perhitungan Suara
Lebih lanjut perhitungan suara pun harus dilakukan secara jujur dan terbuka, sebab keseluruhan kegiatan diatas akan sia-sia belaka jika tidak ada kejujuran dalam perhitungan suara. Kecurangan dalam perhitungan suara akan menggagalkan upaya menjelmakan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat. Keberadaan badan lembaga pemantau independent pemilu dapat menopan perwujudan prinsip kejujuran dan perhitungan suara.
8. Penyelenggaraan Secara Periodik
Pada akhirnya pemilu itu harus dilaksanakan secara periodik. Pemilu tidak boleh diajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu tidak boleh dijadikan alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Pemilu justru dimaksudkan sebagai sarana menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga.
0 comments:
Post a Comment