BLOG TENTANG : PENGERTIAN, MANFAAT, PENDIDIKAN, KESEHATAN, SERTA CARA, PETUNJUK DAN DO'A-DO'A

Penyakit TBC (Tuberkulosis), Penyebaran Infeksi, Penularan, Pencegahan dan Pengobatannya

Penyakit TBC (Tuberkulosis), Penyebaran Infeksi, Penularan, Pencegahan dan Pengobatannya
Penyakit TBC adalah salah satu penyakit menular yang paling sering terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil garam-positif tahan-asam dengan pertumbuhan sangat lambang yakni mycobacterium tuberculosis. Dr.Robert Koch mengatakan bahwa gejala TBC antara lain "batuk kronis, demam, keringat diwaktu malam, keluhan pernapasan, perasaan letih, malaise, hilang nafsu makan, turunnya berat badan dan rasa nyeri dibagian dada serta dahak penderita berupa lendir atau mengandung darah".

*Infeksi primer.

Setelah terjadi infeksi melalui saluran nafas, didalam gelembung paru berlangsung reaksi peradangan setempat dengan timbulnya benjolan-benjolan kecil. Seringkali sistem-tangkis tubuh yang sehat dapat memberantas basil dengan cara menyelubunginya dengan jaringan pengikatan.
Adapun infeksi dapat pula menyebar melalui darah dan limfe ke organ lain dari tubuh antara lain ke :
  • Saluran pencernaan (intestinal tuberculosis). Tuberculous peritonitis yang menimbulkan ascites merupakan TBC lambung kedua yang paling umum
  • Ginjal dan juga bagian-bagian dari sistem urogenital (penyebab kemandulan pada wanita)
  • Susunan saraf pusat, yang menyebabkan radang selaput otak pada anak-anak
  • Kerangka tubuh, mengakibatkan alasannya osteomyelitis
Disamping ini juga orang lain dapat terkena infeksi yaitu kulit, mata, jantung, kelenjar dan simpul-simpul limfa. Di organ terinfeksi itu timbul abses bernanah atau pertumbuhan liar dari jaringan pengikat yang selalu disertai dengan pembsaran simpul limfe, dan tanpa pengobatan akhirnya dapat terjadi kerusakan hebat yang berakhir fatal.
*Reaktivasi. Kadang-kadang dalam waktu setahun atau lebih infeksi primer-akibat proses reaktivasi penyakit lama (post-primary tuberculosis) atau kadang kala karena reinfeksi dengan kuman tuberkel yang menyebar melalui saluran darah-berkembang menjadi TBC-miliar yang pada umumnya berakibat fatal. Reaktivasi demikian terutama dapat timbul daya-tangkis tubuh menurun, misalnya pada manula, pengidap-HIV dan pasien yang menjalankan tetapi imunosupresiva  (kortikosteroida atau sitostatika).
Mycobacteria lain. Pengidap AIDPS kini semakin sering dihinggapi infeksi dengan berbagai jenis Mycobacteria lain ("atipis", tidak khas), seperti Mycobacterium avium intracelluare (MAI) yang terdapat di air dan tanah. Mikroorganisme ini pada umumnya bersifat resisten terhadap obat-obat TBC biasa sehigga menjadi masalah besar pada tetapi AIDS. infeksi MAI tidak dapat ditulari dari manusia ke manusia 
 Penularan Mycobacterium bovis (= sapi) melalui minum susu dari sapi yang menderita TBC kelenjer susu jarang sekali terjadi. Infeksi demikian dapat dihindari dengan mempesteurasasikan  atau memasak susu.

PENULARAN

Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran napas dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infction) yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita TBC  terbuka. Atau juga karena adanya kontak antara tetes ludah/dahak tersebut dan luka di kulit. Dalam tetes-tetes ini kuman dapat hidup beberapa jam dalam udara panas lembab, dalam nanah bahkan beberapa hari. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali di-screen  semua anggota keluarga dekat yang erat hubungannya dengan penderita. Dengan demikian penderita baru dapat dideteksi pada waktu yang dini.
Ada banyak kesalahfahaman mengenai daya penularan penyakit TBC. Umumnya ada anggapan bahwa TBC bersifat sangat menular, tetapi pada hakikatnya bahaya infeksi relatif tidak begitu besar dan dapat disamakan dengan penlaran pada penyakit infeksi saluran pernapasan lainnya, seperti selsema dan influenza. Akan tetapi bahaya semakin meningkat, karena sering kali seseorangtidak diketahui sudah menderita TBC (terbuka) dan telah menularkannya pada orang-orang di sekitarnya sebelum penyakitnya terdeteksi.

PENCEGAHAN

Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan-tindakan pencegahan selayaknya untuk menghindarkan infeksi tetes dari penderita ke orang lain. Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut/hidung dengan saputangan atau kertas tissue untuk kemudian didesinfeksi dengan iysol atau dibakar. Bila penderita berbicara, jangan terlampau dekat dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil bahaya penularan.
 Anak-anak di bawah usia satu tahun dari keluarga yang menderita TBC perlu divaksinasi BCG sebagai pencegahan, bersamaan dengan pemberian isoniazid 5-10 mg/kg selama 6 bulan (kemoprofilaksis), lihat dibawah.
*Reaksi Mantoux (reaksi tuberkulin , 19907)
 dilakukan untuk menentukan belum atau sudahnya seseorang terinfeksi basil TBC. Reaksi ini dilakukan dengan penyuntikan intradermal dari tuberkulin, suatu filtrat dari pembiakan hasil yang mengandung produk pemisahannya (protein) yang khas.
Reaksi positif tampak sebagai kemerah-merahan setempat dan menunjukkan terdapatnya antibodies terhadap basil TBC di dalam darah. Hal ini berarti bahwa yang bersangkutan pernah mengalami infeksi primer atau telah divaksinasi dengan BCG. Angtibodi tersebut telah menjadikan kebal terhadap infeksi baru.Orang dengan reaksi tuberkulin positif harus diperiksa lebih lanjut sputum dan paru-paruya dengan sinar Rontgen.
Reaksi negatif berarti bahwa orang bersangkutan belum pernah mengalami infeksi pimer. ia lebih mudah diserang TBC dari pada orang dengan reaksi positif.
*Vaksi BCG (Basil dari Calmette dan Guerin). Daya tangkis orang dengan reaksi tuberkulin negatif dapat diperkuat melalui vaksinasi dengan paksin BCG . Vaksin ini mengandung basil TBC sapi yang telah dihilangkan keganasannya (virulensi) setelah dibiarkan di laboratorium selama bertahun-tahun. Vaksinasi meninggalkan tanda bekas luka yang nyata, biasanya di lengan biasa dan memberikan kekebalan selama 3-6 tahun terhadap infeksi primer dan efektif untuk rata-rata 70%. Vaksin BCG terutama efektif untuk menghindari TBC miliar dan TBC meningitis. Bayi di daerah dengan insedensi TBC besar sering kali diimunisasi dengan BCG secara rutin.
Efektivitas vaksin BCG adalah kontroversial, walaupun sudah digunakan lebih dari 50 tahun di seluruh dunia. Hasilnya sangat bervariasi ; beberapa penelitian baru telah memperlihatkan perlindungan terhadap lepra,  tetapi sama sekali tidak terhadap TBC. Vaksin BCG diberikan intradermal 0,1 ml bagi anak-anak dan orang dewasa; bayi 0,05 ml.
 *Kemoprofilaksis terutama dilakukan dengan isoniazida. Anak-anak di bawah usia empat tahun dari keluarga penderita TBC dan orang-orang dengan resiko besar untuk dihinggapi infeksi dapat dberikan secara kontinu selama 6 bulan isoniazida sebagai profilaksis. Bila terdapat intoleransi dapat di ganti dengan rifampisin, maksimal 6 bulan. Di samping itu, dilakukan pula imunisasi dengan BCG. Untuk profilaksis terhadap infeksi M. avium, dianjukan monoterapi dengan antibiotikum makrolida azitromisin  (1 x seminggu 1.200 mg a.c.)

PENGOBATAN

Dahulu TBC sukar sekali disembuhkan, karena belum dikenal obat yang dapat memusnahkan Mycobacterium. Basil ini lambat sekali pertumbuhannya dan sangat ulet, karena dinding selnya mengandung kompleks  lipida-glikolipidia serta lilin (wax), yang sulit ditembus  zat kimia.  Mycobacteri tidak mengeluarkan enzim ekstraseluler maupun toksin. Penyakit bisa berkembang karena kuman maupun untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit dan tahan terhadap enzim-enzim pencernaan.
Terapi kuno hanya terbatas pada penaggulangan gejala penyakit (tetapi simtomatis). Pengobatan dibantu pula dengan istirahat lengkap (bedrest) dan diet sehat. Dianjurkan mengonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru yang dapat menyelubungi kuman (encapuslate) dan meningkatkan daya-tangkis tubuh. Lazimnya pasien dirawat di rumah sakit khusus (sanatorium) dan sering kali dibedah sebagai tindakan akhir.
Terapi modern dilakukan dengan tuberkulostatika dan pasien pada umumnya dapat dirawat jalan (ambulan). Sebagian penderita malahan dapat bekerja sebagaimana biasa. Lazimnya setelah 4-6 minggu tidak ada bahaya infeksi lagi, walaupun sering kali di dalam sputumnya masih terdapat basil TBC.
Pengobatan TBC paru terdiri dari dua tingkat, yaitu fase terapi intensif dan fase pemeliharaan.
  • Fase intensif merupakan terapi dengan isoniazid yang dikombinasi dengan rifampisin dan firazinamida selama 2 bulan. Untuk prevensi resistensi ditambahkan lagi etambutol.  
  • Fase pemeliharaan menggunakan isoniazid bersama rifampisin selama 4 bulan lagi, sehingga seluruh masa pengobatan mancakup 6 bulan. Telah dibuktikan bahwa kur singkat ini sama efektifnya dengan kur lama dari 2 + 7  bulan. Persentase residifnya juga k.l. sama (k.l. 1%) Guna mengurangi efek samping dari isoniazid (neuropati) diberikan juga piridoksin (10 mg sehari).
Pengobatan TBC tulang harus lebih lama (9 bulan)  dan untuk meningitis-TBC selama 1 tahun. Obat yang digunakan adalah sama seperti untuk TBC baru dengan penambahan pirazinamida hanya untuk 2 bulan pertama. Obat-obat yang digunakan terhadap kuman M. tuberculosis yang resisten adalah kapreomisin, sikloserin, klaritromisin, azitromisin, siprofloksasin, oflosoksasin, ethionamida, kanamisin dan amikasin.
*Tetapi kombinasi tersebut berefek potensiasi, karena obat-obat bekerja di titik tangkap berlainan, lagi pula menghindarkan terjadinya resistensi. Sebagian besar penderita dapat diobati dengannya secara efektif. Semua kuman termasuk basil yang berada intraseluler juga dimusnahkan. Kombinasi tersebut juga sangat praktis, karena dapat diberikan serentak dalam dosis tunggal 1 kali sehari dengan efek samping ringan.
Kesetian minum obat. Tetapi perlu dilakukan sekian lama untuk memusnahkan seluruh "sarang infeksi " dan kuman yang sedang "tidur" intraseluler (dormant) untuk menghindari kambuhnya penyakit. Akan tetapi faktor terpenting untuk berhasilnya pengobatan adalah kesetian terapi dari penderita untuk secara teratur dan terus-menerus minum obatnya 6 bulan. Sering kali penderita yang baru separuh jalan berobat sudah merasa sembuh sehingga mengabaikan kewjiban menyelesaikan kur. Kurangnya patient compliance tersebut merupakan sebab utama gagalnya pengobatan bagi 5% dari jumlah penderita. Lagi pula hal ini mengakibatkan basil TBC menjadi kebal terhadap obat.
Untuk meningkatkan kepatuhan minum obat telah didirikan klinik-klinik khusus untuk tujuan ini dengan supervisi langsung dan pemberian insentif-insentif.Program ini yang dinamakan Directely Observed Therapy Short Course  (DOTS) telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1995.
*Terapi infeksi MAI yang multiresisten pada pasien AIDS dapat dilakukan secara efektif dengan makrolida klaritromisin (2 dd 0.5 g), rifampisin (10mg/kg /hari) dan etembutol (25mg/kg/hari). Kombinasi ini bekerja sinergistis.
hati pada penderita gangguang fungsi hati pada ginjal.
Kehamilan dan laktasi. Wanita hamil yang menderita TBC aktif boleh diobati dengan isoniazid, rifampisin dan pirazinamida. Etambutol dapat pula digunakan dalam keadaan tertentu. Streptomisin dan amikasin dilarang penggunaannya karena resiko ketulian pada janin. Data dari obat-obat TBC sekunder bagi kehamilan masih belum lengkap. Perlu pula diperhatikan bahwa kebanyakan tuberkulostatika masuk ke dalam air susu ibu. Namun bayi dapat disusui tanpa ada keberatan.















Penyakit TBC (Tuberkulosis), Penyebaran Infeksi, Penularan, Pencegahan dan Pengobatannya Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ilmusaudara.com

0 comments:

Post a Comment