BLOG TENTANG : PENGERTIAN, MANFAAT, PENDIDIKAN, KESEHATAN, SERTA CARA, PETUNJUK DAN DO'A-DO'A

Pengertian Hukum Wadh'i, Sebab, Syara' dan Mani' serta Macam-macamnya

Dalam ajaran agama islam banyak hukum yang harus kita ketahui dan mempelajarinya sehubungan dengan aktivitas keseharian kita sebagai makhluk Allah. adapun hukum-hukum tersebut diantaranya hukum Wadh'i. Tentunya masih banyak dikalangan umat muslim yang belum mengetahui  apa itu hukum wadh'i. Olehnya pada tulisan ini, akan menguraikan tentang hukum wadh'i serta penjelasan-penjelasan yang tercakup didalamnya yang berhubungan dengan hukum wadh'i tersebut, baik pengertiannya, sebab dan macamnya, syarat dan macamnya serta mani' dan macamnya.
Hukum wadh'i ialah hukum syara' yang menjadikan dua hal berkaitan satu sama lain, dan salah satunya menjadi sebab, syara' atau mani' (halangan/rintangan). Berdasarkan defenisi tersebut, maka huruf wadh'i dibagi menjadi 3 (tiga) macam yakni ; sebab, syara' dan mani'. Untuk lebih jelasnya, dibawah penjelasan secara rinci.

1. Sebab dan macamnya.

"Sebab" menurut jumhur, ialah sesuatu yang tampak yang dijadikan oleh agama sebagai tanda adanya hukum. "Sebab" tersebut ada dua macam :
  1. Sebab yang bukan merupakan hasil perbuatan manusia, yang dijadikan Allah sebagai tanda adanya hukum, seperti waktu sholat sudah tiba menjadi sebab wajib sholat. contoh lain keadaan khawatir berbuat zina sedangkan mampu membentuk dan membina keluarga (rumah tangga) menjadi sebab wajib kawin, kemudian menjadi sebab adanya warisan.
  2. Sebab yang merupakan hasil perbuatan manusia, ialah perbuatan orang mukallaf yang menyebabkan agama menetapkan akibat-akibat hukumnya. Misalnya, bepergian pada bulan ramadhan menjadi sebab rukhsha (dispensasi) tidak wajib berpuasa. Contoh lain, Akad nikah menjadi sebab halalnya hubungan sebagai suami istri. Zina menjadi sebab hukuman had.
    Sebab menimbulkan akibat, sekalipun tidak dikehendaki pelakunya. Misalnya adanya akad nikah mempunyai akibat hukum, ialah lelaki dan wanita mempunyai hak dan kewajiban sebagai suami istri, sekalipun kedua orang itu tidak menghendaki adanya hukum-hukum yang dikenakan kepada keduanya sebagai akibat perbuatan mereka (nikah). Demikian pula kematian seseorang yang menyebabkan ahli warisnya mewarisi harta pusakanya, sekalipun hal ini tidak dikehendaki oleh simati dan juga ahli waris menolak ahli waris menerima warisannya.
    Apabila perbuatan menjadi sebab itu diperintahkan atau di izinkan oleh agama, maka akibat hukumnya adalah hak bagi pelakunya. Misalnya perkawinan mengakibatkan adanya hak saling mewarisi antara suami istri dan juga anak-anak yang lahir dari perkawinannya.
   Apabila perbuatan yang menjadi sebab itu dilarang oleh agama, maka si pelakunya menerima hukuman akibat perbuatannya. Misalnya, pembunuhan. terhadap orang yang mewariskan harta bendanya mengakibatkan si pembunuh mendapat hukuman pidana (qisas), dan ia gugur haknya sebagai pewarisnya.

2. Syarat dan Macamnya

    Syarat adalah sesuatu yang tergantung kepadanya adanya suatu hukum, yang berarti ada dan tidaknya hukum tergantung pada ada dan tidaknya syarat, tetapi adanya syarat belum tentu ada hukumnya.
    Ada perbedaan antara syarat dan sebab, ialah adanya syarat belum tentu ada hukumnya. Misalnya, adanya wudhu yang menjadi syarat sahnya shalat belum tentu ada kewajiban shalat. Dan adanya dua saksi yang menjadi syarat sahnya perkawinan, belum tentu ada perkawinan. Sedangkan adanya sebab tentu timbul hukumannya, kecuali kalau ada mani' (halangan) . Misalnya kalau waktu shalat sudah tiba, maka wajiblah shalat; kalau masuk bulan Ramadhan, maka wajiblah berpuasa; dan kalau ada unsur memabukkan, maka diharamkan.
  1. Syarat yang  menyempurnakan sebab, seperti jatuh haulnya (tempo mengeluarkan zakat) menjadi syarat untuk wajib mengeluarkan zakat atas harta benda yang telah mencapai nisabnya (kekayaan yang terkena zakat ). Nisab merupakan sebab wajib zakat, karena nizab ini menjadi indikator (petenjuk) adanya kekayaan seseorang. Hanya saja kekayaan yang ditandai dengan nizabnya itu baru ternyata betul, jika setelah jatuh haulnya, kekayaan yang telah mencapai nizabnya masih sempurna dimilikinya. Demikian pula harta benda yang disimpan baik menjadi syarat dikenakannya hukuman had kepada si pencurinya, karena pencurian tidak terjadi secara sempurna, kecuali kalau harta benda itu telah tersimpan di temapat yang aman.
  2. Syarat yang menyempurnakan musabab, seperti udhu dan menghadap kiblat merupakan syarat yang menyempurnakan hakikat shalat. 

3. Mani' dan Macamnya

    Mani' ialah sesuatu yang kalau ada bisa meniadakan atau menghalangi tujuan yang dicapai oleh sebab atau hukum. Menurut Asy Syatibi, Mani' ialah sebab yang menimbulkan illat atau keadaan yang meniadakan hikmah hukumnya. Misalnya, sebab wajib zakat ialah harta yang dimiliki telah mencapai nisab. Diantara mani' (rintangan) yang menghalangi kewajiban zakat, ialah adanya utang yang jumlahnya bisa mengurangi nisabnya, karena adanya utang itu dapat menghalangi wajib zakat.
   Mani' ada dua macam, ialah:
  1. Mani' yang mempengaruhi atau menghalangi sebab, seperti pembunuhan menghalangi hak waris, karena penyebab hak waris adalah hubungan perabat atau perkawinan dengan si mati. Karena itu pewaris  seharusnya melindungi keselamatan orang yang akan mawarsikan harta bendanya kepadanya, bukan membunuhnya agar bisa segera mewarisinya. 
  2. Mani' yang menghalangi hukum ada 3 (tiga) macam, ialah:
  • Mani' (halangan) yang membebaskan hukum taklifi, misalnya karena gila, sebab orang yang gila bukanlah orang mukalaf selama ia dalam keadaan gila. Karena itu, ia tidak wajib Mengqadha hukum-hukum taklifi yang tidak dikerjakan. 
  • Mani' yang membebaskan hukum taklifi, sekalipun masih mungkin melakukan hukum taklifi. Misalnya wanita yang sedang menstruasi atau habis melahirkan bayi tidak wajib shalat, bahkan dilarang shalat, sekalipun fisik dan mentalnya memungkinkan orang yang bersangkutan melakukan shalat. 
  • Mani' yang tidak membebaskan sama sekali hukum taklif, tetapi hanya mendapat keringanan dari tuntutan yang pasti kepada mubah. Misalnya sakit menjadi halangan wajib shalat jum'at. Tetapi kalau orang sakit itu melakukan shalat jum'at maka sahla shalat jum'at nya. Demikian pula wanita dan musafir tidak wajib shalat jum'at, tetapi kalau mereka mengerjakan shalat jum'at, sahlah jum'atnya, 
Pengertian Hukum Wadh'i, Sebab, Syara' dan Mani' serta Macam-macamnya Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ilmusaudara.com

0 comments:

Post a Comment