BLOG TENTANG : PENGERTIAN, MANFAAT, PENDIDIKAN, KESEHATAN, SERTA CARA, PETUNJUK DAN DO'A-DO'A

Biografi Al-Farabi dan Fisafatnya Tentang Ketuhanan dan Kenabian

Al-Farabi ma lengkapnya Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Quzalq bin Turkhan al-Farabi.
Ia lahir pada tahun 259 H./827 M. di kotaa Farab yang sekarang dikelan dengan nama kota Atraz  yang terletak di wilayah Khurasan (Turki) dan meninggal pada tahun 339 H./950 M. ayahnya keturunan dari Persia dan menikah dengan seorang wanita Turki. karenanya al-Farabi terkadang dikatakan sebagai keturunan Persia dan Turki.
pada usia empat puluh tahun ia pergi menuju Baghdad yang pada saat itu merupakan kota ilmu pengetahuan dan pusat pemerintah. Di kota itu ia mulai belajar ilmu mantik pada Abu Basyar Matius Ibn Yunus, dan kemudian ia menuju Harran untuk melanjutkan belajarnay pada Yuhana Ibn Hilan. Dari tempat itu ia pindah ke Baghdad untuk memperdalam ilmu filsafat. Di kota ini ia menghabiskan waktunya selama lebih kurang tiga puluh tahun untuk menulis dan membuat ulasan terhadap buku-buku filsafat Yunani, dan sangat hormat kepada filosof Yunani, terutama Plato dan Aristoteles.
Dalam buku-buku yang ditulisnya, al-Farabi tidak menyebut Aristoteles, tetapi memanggilnya dengan gelar al-Mu'allim al-Awwal (Guru pertama). karena sangat mendalam pengetahuannya dalam bidang filsafat Aristoteles, terutama komentar dan ulasannya terhadap berbagai karangan Aristoteles,  maka al-Farabi memperoleh gelar sebagai al-Mu'allim al-Tsani (Guru kedua).
Al-Farabi diketahui banyak menulis buku, tetapi yang masih dijumpai dalam bahasa Arab hanya ada tigapuluh buah saja. dan diantaranya sangat terkenal adalah: Maqalah fi Aghradhi Ma Ba'da al-Thabi'ah, Ihsa al-Ulum, kitab Arau ahl al-Madinah al-fadhilah , Kitab Tahshil al-Sa'adah, Uyun al-Masail, Risalah fi'Aql, Kitab al-Jami' Bainal-Ra'yi al-Hakimain , Aflathun wa Aristhu, Risalah fi Masail Mutafarriqah dan Risalah fi Itsbat al-Mufarraqat. 
Al-Farabi mempunyai keistimewaan lainnya, yaitu dalam tutur bahasanya yang ringkas dan tepat, berhati-hati dalam memilih kata-kata ynag digunakan dalam pernyataan. Ungkapan-ungkapannya mempunyai arti yang menghujam. Itulah sebabnya salah satu komentator, Max Harton mengatakan bahwa al-Farabi sangat indah tutur katanya dan mudah dipahami jalan pikirannya.
mengenai corak pemikiran filsafat al-Farabi bebeda dengan filofof lainnya. Ia mengambil ajaran dari filosf terdahulu, kemudian merekontruksinya ke dalam format yang lebih relevan dengan lingkungan kebudayaan yang ada pada saat itu. Selain itu al- Farabi juga dikenal sebagai seorang filosof yang berfikir logis, baik dalam statemen, argumentasi, diskusi,  keterangan dan penalarannya. Hal ini dapat dilihat dalam pemikiran filsafatnya di bawah ini.
Pemikiran al-Farabi dalam bidang filsafat meliputi antara lain : filsafat keesaan Tuhan, emanasi, kenabian dan teori politik.

Filsafat Al-Farabi Tentang Ketuhanan

Dalam menjelaskan filsafat keesaan Tuhan, al-Farabi bertolak dari keyakinan bahwa Tuhan maha satu, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Maha sempurna dan tidak membutuhkan kepada apapun. Hal ini erat kaitannya dengan masalah aqidah umat islam yang merupakan masalah pokok dalam Islam. Al-Farabi dalam ini berusaha memurnikan tauhid dengan cara yang berbeda dengan Ulama Islam lainnya. Jika golongan Mu'tazilah berupaya memelihara kemurnian tauhid dengan jalan peniadaan sifat-sifat Tuhan (nafyu l-sifat), maka al-Farabi berupaya lebih dari itu. Ia tidak saja meniadakan sifat-sifat Tuhan yang serupa denganNya, terapi juga meniadakan arti banyak dalam diri Tuhan dengan melalui filsafat emanasi. Dalam hal ini ia berpendapat bahwa yang  menjadi objek pemikiran Tuhan harus satu saja, yaitu dirinya sendiri, dan dari pemikiran itulah timbullah wujud laain yaitu alam semesta.
Dalam filsafat emasaninya itu al-Farabi menjelaskan bahwa dari wujud Tuhan yang satu itu memancar wujud alam semesta. Pemencaran ini terjadi melalui tafakkurTuhan tentang diri-Nya sendiri, tafakkur Tuhan tentang diri-Nya menjadi sebab adanya alam semesta. Tafakkur Tuhan tentang diri-Nya adlah ilmu Tuhan tentang diri-Nya, dan ilmu itu adalah daya (al-qudrah) yang menciptakan segala sesuatu. Selanjutnya tafakkur Tuhan g Maha Esa tentang zat-Nya Yang Esa itu dapat menciptakan yang berbilang. Dengan demikian terbebaslah Tuhan dari arti banyak.
Dala filsafat emanasinya itu al-Farabi, lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan merupakan Wujud Pertama (al-wujud al-awwal) dan dengan pemikiran itu timbullah Wujud kedua (al-wujud al-Tsani) dan juga mempunyia substansi. Ia disebut akal pertama (al-aql al-awwal) yang tidak bersifat materi. Wujud kedua ini berfikir tentang Wujud pertama, dan dari pemikiran ini timbullah Wujud ketiga yang disebut akal kedua (al-aql al-Tsani). Selanjutnya Wujud kedua atau akal pertama itu timbul langit Pertama (al-Samau al-Awwal).
Selanjutnya akal kedua berpikir tentan Tuhan, dan akal ketiga ini dengan tafakkur pada diri-Nya mewujudkan Alam Bintang. Begitulah rangkaianpemancaran itu berlangsung hingga sampai pada Akal Kesepuluh. Tafakkur Akal-Akal itu tentang Tuhan menghasilkan planet-planet.
Akal ketiga kemudian memunculkan Akal keempat akal Saturnus, Akal keempat mewujudkan Akal kelima yang Yupiter, Akal kelima mewujudkan Akal keenam  dan Mars, Akal keenam mewujudkan Akal Ketujuh dan Venus, Akal kedelapan mewujudkan Akan Kesembilan dan Merkury, dan Akal Kesembilan mewujudkan Akal Kesepuluh dan Bulan. Akal Kesepuluh tidaklagi mewujudkan akal-akal, melainkan mewujudkan bumi dan jiwa serta materi pertama yang menjadi dasar dari keempat unsur alam, yaitu : aapi, udara, air dan tanah.
Demikianlah menurut al-Farabi tentang prosespnciptaan alam, dan dengan cara demikian, maka terhindarkan Tuhan dari arti banyak.
Dari filsafat emanasinya ini, al-Farabi sampai kepada suatu kesimpulan bahwa alam ini qadim, dalam arti tidak mempunyai permulaan dalam waktu. Baginya yang qadim itu bukan hanya Allah SWT, tetapi juga ciptaan-Nya. Yakni bahwa Tuhan menciptakan alam ini bukan dari atu yang tidak ada, melainkan dari yang ada, karena penciptaan dari yang tidak ada, tidak mungkin.. Selain itu al-Farabi berpendapat bahwa alam ini tidak mempunyai permulaan dalam waktu, karena alam ini tidak terjadi secara berangsur-angsur, melainkan sekaligus dengan tidak berwaktu. Aktif yang didalamnya terdapat bentk-bentuk segala sesuatu yang ada semenjak azali.

Filsafat Al-Farabi Tentang Kenabian

Berikutnya kita lihat filsafat al-Farabi dalam bidang kenabian. Al-farabi menjelaskan tentang kenabian, ia hubungankan dengan teori politiknya, yang bertumpu pada konsep kota yang ideal atau ideal city. Ia mengatakan bahwa kota adalah ibarat tubuh manusia yang memiliki bagian-bagian yang saling berhubungan.
Didalam kota tersebut, terdapat prisnsip hubungan tersebut sebagaimana badan berhubungan dengan seluruh anggot tubuh lainnya dan masing-masing mempunyai fungsi yang harus dilaksanakan, dan pekerjaan yang terpenting dalam tubuh manusia adalah pekerjaaan yang menggunakan akal yang ada di kepala.
Dari prinsip peranan di kepala itu, Al-farabi menghubungkannya dengan peran kepala atau pimpinan dalam masyarakat. Jika kepala manusia harus sehat maka kepala pemerintahan juga harus sehat, kuat, pintar, cinta pada ilmu pengetahuan dan keadilan.
Selanjutnya ia menyatakan bahwa pimpinan dalam masyarakat harus mempunyai akal mustafad yang telah mampu berkomunikasi dengan Akal kesepuluh, dan orang yang mempunyai kemampuan seperti para nabi atau Rasul. Oleh karna itu, kepala suatu pemerintahan harus dipegang oleh Nabi, atau Rasul dan jika Nabi atau Rasul itu sudah tidak ada, maka pimpinan harus diserahkan ke tangan para filosof, karena para filosof telah dapat berhubungan dengan Akal Kesepuluh.
Dari filsafatnya tentang kenabian itu, Al-Farabi melanjutkan pembahasan tentang filsafat politik. Dalam hal ini menjelaskan bahwa tugas kepala negara bukan hanya mengatur negara, tetapi mendidik manusia agar memiliki akhlak yang mulia. Hal ini dapat terlaksana apabila negara dipimpin oleh Nabi atau Rasul sebagaimana telah disebutkan di atas.
Selain itu teori politik al-Farabi juga berhubungan dengan keharusan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, melainkan harus berasyarakat. Dan semua anggota masyarakat tesebut harus saling bekerja sama untuk kepentingan bersama pula. Hal ini mendorong perlunya diciptakan tingkah laku yang berasal dari jiwa yang baik,sehingga muncul  negara yang baik, aman, makmur dan sejahtera. Inilah kemudian dikenal dengan istilah al-Madinah al-Fadilah. 
Selain Al-Madinah al-Fadilah, al Farabi juga menjelaskan tentang Al-Madinah, al-Jahilah dan al-Madinah al-Fasiqah.
Jika al-Madinah al Fadilah merupakan negara yang mempunyai rakyat yang taat kepada pimpinnya,serta mendapat tugas yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing, sehingga dapat tercipta negara yang adil dan makmur, maka al-Madinah al-Jahilah adalah negara yang rakyatnya senantiasa berpendapat kolot dan enggan mengikuti perkembangan serta masih berada pada tingkat berpikir akal potensial. Selanjutnya pada al-Madinah al-Jahilah itu anggota-anggotanya bertujuan hanya untuk mencari kesenangan jasmani, sedangkan al-Madinah al-Fasiqah ialah negara dimana anggota-anggotanya terdiri dari orang yang mempunyai pengetahuan yang sama dengan anggota al-Madinah al-Fadilah, tetapi kelakuan mereka sama dengan kelakuan anggota al-Madinah al Fadilah.


Biografi Al-Farabi dan Fisafatnya Tentang Ketuhanan dan Kenabian Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ilmusaudara.com

0 comments:

Post a Comment