BLOG TENTANG : PENGERTIAN, MANFAAT, PENDIDIKAN, KESEHATAN, SERTA CARA, PETUNJUK DAN DO'A-DO'A

Biografi Ibnu Sina, sejarah Filsafatnya Tentang Jiwa dan Akal,Akhlaq dan Politik

Ibnu sina, nama lengkapnya adalah Abu Ali Husein Ibn Abdullah Ibn Sina, atau biasa disebut Syekh Al-Rais Abu Ali Al husein bin Abdullah Ibn Sina dan di negara-negara Barat namanya lebih dikenal dengan sebutan Avicena. Ia dilahirkan di Persia pada bulan Shafar tahun 370 H./980 M. Namun orang Turki, Persia dan Arab mengklaim Ibn Sina sebagai bangsanya. Hal ini dikarenakan ibunya berkebangsaan Turki, sedangkan ayahnya diduga peranakkan Arab, Persia atau Turki.
Tentang keahlian Ibn Sina ada pendapat yang mengatakan bahwa sejak kecil ia telah banyak mempelajari ilmu pengetahuan yang ada dizamannya seperti fisika, matematika, kedokteran dan hukum. Sewaktu berusia 17 tahun, ia sudah dikenal sebagai dokter, dan atas panggilan istana ia pernah mengoati pangeran Nuh Ibn Mansyur hingga yang disebut terakhir itu pulih kembali kesehatannya. Setelah orang tuanya meninggal, ia pindah ke Jurjani, suatu kota di dekat Laut Kaspia, dan di sanalah ia mulai menulis ensiklopedinya tentang ilmu kedokteran yang kemudian dikenal dengan nama al-Qanun fi al-Thib. Selanjutnya ia pindah ke Ray, suatu kota di sebelah Selatan Teheran dan bekerja untuk Ratu Sayyadah dan anaknya, Maj al-Daulah. Kemudian Sultan Syams al-Daulah yang berkuasa atas Hamdan (bagian Barat Iran) mengangkat Ibn Sina menjadi menterinya. Terakhir ia pindah ke Isfahan dan meninggal di kota itu pada tahun 1037 M, tepatnya pada hari Jumat bulan Ramadhan, dalam usia 58 tahun, dimana kamkan di Hamazan.

Buku-Buku Yang ditulis Ibnu Sina

Di antara filosof Islam, Ibn Sinalah yang paling banyak menulis buku ilmiah, mulai dari soal yang pokok sampai kepada soal-soal yang bersifat cabang. Di antara bukunya yang terkenal ialah al-Syifah yang berisi filsafat dan terdiri atas empat bagian yaitu: logika, fisika, matematika, dan metafisika. Kitab ini terdiri dari delapan belas jilid tebal. Selanjutnya ia menulis kitab al-Qanun fi al-Thib. Buku ini sangat tebal dan terdiri dari lima bagian yang terdiri dari ilmu kedokteran, cara-cara pengobatan yang dilakukan para dokter dahulu hingga zamannya, mengenai ilmu astronomi, jenis-jenis penyakit, cara menjaga kesehatan, penyakit menular  yang terjadi lewat air dan debu, penyakit lever, jantung, saraf dan serangan jantung. Karya beliau berikutnya adalah al-Najah yang berisi ringkasan kitab al-Syifa, dan kemudian kitab al-Isyarat wa al-Tanbihat, suatu kitab ilmu hikamah yang mengandung kata-kata mutiara dari berbagai ahli fikir yang ditulis dalam bahasa yang padat dan indah.

Pendapat Ibnu Sina Tentang Jiwa dan Akal 

Dalam falsafatnya ia mempunyai faham emanasi sebagaimana al-Farabi, namun istilah akal-akal baginya diubah dengan istilah malaikat. Tentang wujud ia bagi ke dalam tiga bagian yaitu wajib al-wujud, mungkin al-wujud dan mustahil al-wujud. Falsafatnya tentang jiwa dan akal nampak lebih terinci dan sempurna dari falsafat jiwa dan akal menurut al-Farabi. Ibnu Sina berpendapat bahwa
Akal Pertama mempunyai dua sifat yaitu sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah; dan sifat mungkin wujudnya, jika ditinjau dari hakikat dirinya. Dengan demikian, ia mempunyai tiga objek pemikiran yaitu: Tuhan, diri-Nya sebagai wajib wujud-Nya dan diri-Nya sebagai mungkin wujud-Nya.
Teorinya tentang akal itu lebih lanjut membawa kepada munculnya falsafat wahyu dan Nabi. Ia misalnya mengatakan bahwa akal terdiri dari empat tingkatan. Yang terendah di antaranya adalah akal material. Namun, adakalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal maerial yang besar lagi kuat, yang oleh Ibn Sina disebut intuisi. Daya yang ada pada akal material serupa itu demikian besarnya, sehingga tanpa latihan pun ia dapat dengan mudah berhubungan dengan akal aktif, dan menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini mempunyai daya suci (al-quwwa al-qudsiyah), dan hanya dapat di miliki oleh seorang Nabi.
Selain itu Ibn Sina juga membawa filsafat tentang wujud. Menurutnya bahwa wujud menempati kedudukan di atas assensi. Essensi berada dalam akal, sedangkan wujud berada di luar akal. Wujudlah yang menyebabkan tiap essensi mempunyai kenyataan di luar akal. Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya. Dengan demikian Ibn Sina telah lebih dahulu mengajukan filsafat eksistensialis dari pada filsof modern seperti Nietzce, Kiekegard dan lain-lain. Essensi  dan wujud itu selanjutnya dapat mengambil tiga bentuk, yaitu essensi yang tak ada wujudnya dalam kenyataan (impsible being), essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud (contingent being), dan essensi yang mesti mempunyai wujud, dan yang disebut terakhir inilah yang kemudian dinamakan wajib al-wujud.

Pendapat Ibnu Sina Tentang  Manusia

Selanjutnya ia juga mempunyai pemikiran filsafat tentang manusia. Sebagaimana halnya al-Farabi, Ibn Sina juga menyatakan bahwa manusia terdiri dari unsur jiwa dan jasad. Jasad dengan segala kelengkapan yang adanya merupakan alat bagi jiwa untuk melakukan aktivitas. Jasad selalu berubah, berganti, bertambah dan berkurang, sehingga ia mengalami kefanaan setelah bepisah dengan jiwa. Dengan demikian, hakikat manusia adalah jiwanya, dan perhatian para filsofot Islam dalam membahas manusia lebih bepusat pada jiwanya daripada jasadnya.
Ibn Sina mempunyai filsafat tentang keqadiman alam yang bertolak dari teori emanasinya. Menurutnya bahwa alam ini telah ada sejak zaman azali, karena ia terjadi dengan sebab Allah memikirkan dzat-Nya sendiri.

Filsafat Akhlaq dan Politik Ibnu Sina

Adapun mengenai filsafat akhlak dan politik, Ibn Sina mengatakan bahwa akhlak dan politik merupakan dua masalah yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Akhlak lebih ditekankan pada hubungan yang sepantasnya terjadi antara idividu dan orang lain, sedangkan politik menjangkau hubungan yang seharusnya berlangsung antara penguasa dan rakyat. Jadi, politik pada dasarnya adalah akhlak juga.
Dalam kaitan dan filsafat akhlaknya ini, Ibn Sina mengatakan bahwa manusia merupakan sasaran pengaruh materi, sehingga ia banyak melakukan kesalahan dan dosa. Keadaan ini merupakan sebab utama yang menghambat manusia dalam memperoleh kebahagiaan sebagai tujuan hidupnya. Oleh sebab itu, manusia harus mengetahui keburukan dan kekurangan itu, lalu memperbaikinya.
Untuk mengetahui akhlak diri sendiri itu, Ibn Sina mengemukakan dua cara, yaitu dengan cara mengenal akhlak diri sendiri melalui orang lain. Setelah cara yang pertama ini ditempuh, dan masih terasa belum memiliki akhlak yang terpuji, maka hendaknya ia menenpuh cara perbuatan yang terpuji dan mendatangkan pahala, serta menjauhi perbuatan tercela, yang mendatangkan siksa. Dalam hal akhlak ini, Ibn Sina juga berbicara mengenai sifat-sifat terpuji dan tercela, keutamaan dan keburukan daya keinginan dan keutamaan yang tinggi dalam pembinaan akhlak.



Biografi Ibnu Sina, sejarah Filsafatnya Tentang Jiwa dan Akal,Akhlaq dan Politik Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ilmusaudara.com

0 comments:

Post a Comment