TATA HUKUM
Sebelumnya kita membahas lebih lanjut tentang hukum, ada baiknya kita pahami dulu apa sebenarnya hukum itu? Untuk memberi jawaban atas pernyataan tersebut, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli/sarjana hukum tentang batasan/definisi hukum, antara lain:
1. Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. dalam bukunya berjudul "Hukum, Mayarakat
dan Pembinaan Hukum Nasional" mengemukakan bahwa:
"Hukum adalah keseluruhan kaedah-kaedah serta asas-asasyang mengatur pergaulan hidup
manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban dan keadailan yang
meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaedah itu
sebagai kenyataan".
2. Prof. Dr. E. Utrecht, S.H. dalam bukunya berjudul "Pengantar Dalam Hukum Indonesia"
Mengemukakan bahwa:
"Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat."
3. J. C. T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H. dalam bukunya berjudul "Pelajaran
Hukum Indonesia" mengemukakan bahwa:
"Hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingka laku
manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu
dengan hukuman tertentu."
Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur,
antara lain:
a. peraturan mengenai tingka laku manusia dalam pergaulan masyarakat;
b Peraturan itu dibentuk / dibuat oleh badan-badan resmi;
c. peraturan itu bersifat memaksa; dan
d. adanya sanksi yang tegas dan nyata.
Adapun ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:
a. adanya perintah dan larangan;
b. perintah dan larangan itu harus ditaati oleh setiap orang;
Sebagaimana diketahui bahwa didalam suatu negara (misalnya di Indonesia) terdapat berbagai macam hukum yang berlaku, seperti hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum privat (perdata), hukum acara pidana dan acara perdata, hukum dagang, dan lain sebagainya. Keseluruhan hukum yang berlaku sekarang dalam suatu negara tertentu, disebut tata hukum. Dengan demikian Tata Hukum Indonesia adalah keseluruhan hukum yang berlaku sekarang dinegara Republik Indonesia.
Berbicara tentang Tata hukum Indonesia tentu tidak bisa terlepas dari peristiwa yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Sebab peristiwa itu telah menunjukan pada seluruh bangsa di dunia bahwa sejak diproklamasikan kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, berarti sejak saat itu telah lahir suatu tata hukum yang baru, yaitu Tata Hukum Indonesia.
Mengingat pada waktu itu negara kita baru merdeka, maka hukum warisan penjajah tidak mungkin dihapuskan seketika dan diganti dengan hukum yang baru. Sebab membuat hukum yang baru memerlukan waktu yang lama dan melalaui proses rumit. Selain itu sebagaian besar hukum lamapun yang berasal dari penjajah, ternyata masih dapat dipergunakan.
Sehubungan dengan itu untk mencegah terjadinya kekosongan dalam bidang hukum (recht vacuum), yang dapat menimbulkan ketidakteraturan (kekacauan) dalam masyarakat karena tidak adanya pegangan dan kepastian, diperlukan "hukum peralihan" atau hukum transitur. Hukum peralihan ini dapat dijumpai dalam UUD 1945 pada pasal II Aturan Peralihan yang berbunyi:
"Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama bulan diadakan
yang barumenurut Undang-Undang Dasar ini."
Sejak proklamasi kemerdekaan sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di negara kita pernah berlaku beberapa Undang-Undang Dasar itu selalu terdapat ketentuan peralihan, yang maknanya hampir sama dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.
Dalam Konstitusi RIS yang berlaku antara tanggal 27 Desember 1949 sampai tanggal 17 Agustus 1950, aturan peralihan terdapat pasal 192. Dalam UUDS 1950 yang berlaku antara tanggal 17 Agustus 1950 sampai tanggal 5 Juli 1959, aturan peralihan terdapat dalam pasal 142. Bahkan ketika pemerintah Balantentara Jepang berkuasa, mereka pun mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Dalam pasal 3 Osamu Seirei itu dinyatakan bahwa tata hukum pada masa Hindia Belanda tetap berlaku.
Dengan demikian hukum yang berlaku di Indonesia saat ini sebagaian terbesar masih merupakan warisan jaman Hindia Belanda, sehingga untuk mengetahui seluk beluk tata hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, kita harus menoleh ke jaman Pemerintahan Hindia Belanda.
Ketika kapal Belanda VOC (singkatan dari Verenigde Oost Indische Compagnie) pertama kali mendarat di kepulauan Indonesia, awak kapal itu menyaksikan kenyataan bahwa orang Indonesia telah hidup dalam hukumnya sendiri. VOC yang semula hanya bermaksud melakukan perdagangan, secara berangsur-angsur menguasai kepulauan Indonesia demi kepentingan dagangannya. Sebagai badan dagang, VOC selalu mendasarkan tindakannya atas perhitungan untung rugi ditinjau dari segi ekonomis.
Perhitungan ekonomis ini pun ternyata menjiwai politik hukumannya. Memberlakukan hukum yag dibawahnya dari negeri Belanda, berarti membutuhkan aparat administrasi dan memerlukan biaya untuk itu. Hal ini tentu akan mengurangi keuntungan yang sehabiaya untuk itu. Hal itu tentu akan mengurangi keuntungan yang seharusnya diperoleh VOC. Itulah sebabnya VOC membiarkan orang bumi putera hidup dalam hukum adatnya sendiri, sedangkan mereka pun hidup menurut hukum yang dibawa dari negeri asalnya, yaitu barat (Eropa).
Setelah VOC menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah Hindia Belanda, kaula negara (istilah yang digunakan untuk menyebut warga negara pada saat itu) Hindia Belanda dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
a. golongan Eropa, yang tunduk pada hukum barat;
b. golongan Bumiputera, yang tunduk pada hukum adatnya masing-masing;
c. golongan Timur Asing, yang tunduk pada hukum adatnya masing-masing.
Dengan demikian pada jaman Hindia Belanda terdapat plurelisme hukum, yaitu adanya beberapa sistem hukum yang masing-masing hanya berlaku terhadap segolongan kaula negara saja. Pluralisme hukum ini terus berlangsung hingga saat ini berdasarkan Aturan Peralihan yang telah kita bicarakan di atas tadi.
Sejak Pemerintahan Hindia Belanda telah diupayakan untuk menciptakan kodifikasi hukum atau unifikasi hukum. Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum yang sejenis secara sistematis dalam sebuah kitab undang-undang. Sedangkan unifikasi hukum adalah berlakunya satu hukum untuk seluruh golongan warganegara (kaula negara).
Upaya kodifikasi nampaknya cukup berhasil, khususnya pembukuan hukum yang berlaku bagi golongan Eropa yaitu dengan disahkannya antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPt), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dan kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP). sedangkan upaya pegunifikasikan hukum ternyata kurang berhasil, kecuali KUHP yang sejak 1 Januari 1918 diberlakukan untuk seluruh golongan kaula negara Hindia Belanda.
Setelah merdeka upaya unifikasi hukum terus dilanjutkan, dan saat ini telah tercapai unifikasi hukum dalam lapangan:
a. Hukum Tata Negara, karena setiap penggantian undang-undang biasanya langsung mempengaruhi dan meyeragamkan ke tatanegaraan kita.
b. Hukum Agraria, dengan keluarnya undang-undang pokok Agreria (UU No. 5 tahun 1960).
c. Hukum Perkawinan, dengan keluarnya undang-undang pokok perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974)
d. Hukum Acara Pidana, dengan keluarnya kitab Undang-undang Hukum acara Pidana (KUHAP),
yaitu UU No. 8 Tahun 1981.
e. Hukum Pajak, dengan keluarnya UU No. 6 Tahun 1983, UU No. 7 Tahun 1983, dan UU No. 8
Tahun 1983.
Mengingat sangat Kompleksnya hukum yang berlaku didalam suatu negara (Indonesia), maka perlu diadakan penggolongan tentang hukum agar kita mengetahui dengan mudah serta memahaminya. Adapun penggolongan hukum itu antara lain dapat dirinci sebagai berikut :
Sebelumnya kita membahas lebih lanjut tentang hukum, ada baiknya kita pahami dulu apa sebenarnya hukum itu? Untuk memberi jawaban atas pernyataan tersebut, berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli/sarjana hukum tentang batasan/definisi hukum, antara lain:
1. Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. dalam bukunya berjudul "Hukum, Mayarakat
dan Pembinaan Hukum Nasional" mengemukakan bahwa:
"Hukum adalah keseluruhan kaedah-kaedah serta asas-asasyang mengatur pergaulan hidup
manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban dan keadailan yang
meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaedah itu
sebagai kenyataan".
2. Prof. Dr. E. Utrecht, S.H. dalam bukunya berjudul "Pengantar Dalam Hukum Indonesia"
Mengemukakan bahwa:
"Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat."
3. J. C. T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H. dalam bukunya berjudul "Pelajaran
Hukum Indonesia" mengemukakan bahwa:
"Hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingka laku
manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu
dengan hukuman tertentu."
Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur,
antara lain:
a. peraturan mengenai tingka laku manusia dalam pergaulan masyarakat;
b Peraturan itu dibentuk / dibuat oleh badan-badan resmi;
c. peraturan itu bersifat memaksa; dan
d. adanya sanksi yang tegas dan nyata.
Adapun ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:
a. adanya perintah dan larangan;
b. perintah dan larangan itu harus ditaati oleh setiap orang;
Sebagaimana diketahui bahwa didalam suatu negara (misalnya di Indonesia) terdapat berbagai macam hukum yang berlaku, seperti hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum privat (perdata), hukum acara pidana dan acara perdata, hukum dagang, dan lain sebagainya. Keseluruhan hukum yang berlaku sekarang dalam suatu negara tertentu, disebut tata hukum. Dengan demikian Tata Hukum Indonesia adalah keseluruhan hukum yang berlaku sekarang dinegara Republik Indonesia.
Berbicara tentang Tata hukum Indonesia tentu tidak bisa terlepas dari peristiwa yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Sebab peristiwa itu telah menunjukan pada seluruh bangsa di dunia bahwa sejak diproklamasikan kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, berarti sejak saat itu telah lahir suatu tata hukum yang baru, yaitu Tata Hukum Indonesia.
Mengingat pada waktu itu negara kita baru merdeka, maka hukum warisan penjajah tidak mungkin dihapuskan seketika dan diganti dengan hukum yang baru. Sebab membuat hukum yang baru memerlukan waktu yang lama dan melalaui proses rumit. Selain itu sebagaian besar hukum lamapun yang berasal dari penjajah, ternyata masih dapat dipergunakan.
Sehubungan dengan itu untk mencegah terjadinya kekosongan dalam bidang hukum (recht vacuum), yang dapat menimbulkan ketidakteraturan (kekacauan) dalam masyarakat karena tidak adanya pegangan dan kepastian, diperlukan "hukum peralihan" atau hukum transitur. Hukum peralihan ini dapat dijumpai dalam UUD 1945 pada pasal II Aturan Peralihan yang berbunyi:
"Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama bulan diadakan
yang barumenurut Undang-Undang Dasar ini."
Sejak proklamasi kemerdekaan sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di negara kita pernah berlaku beberapa Undang-Undang Dasar itu selalu terdapat ketentuan peralihan, yang maknanya hampir sama dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.
Dalam Konstitusi RIS yang berlaku antara tanggal 27 Desember 1949 sampai tanggal 17 Agustus 1950, aturan peralihan terdapat pasal 192. Dalam UUDS 1950 yang berlaku antara tanggal 17 Agustus 1950 sampai tanggal 5 Juli 1959, aturan peralihan terdapat dalam pasal 142. Bahkan ketika pemerintah Balantentara Jepang berkuasa, mereka pun mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Dalam pasal 3 Osamu Seirei itu dinyatakan bahwa tata hukum pada masa Hindia Belanda tetap berlaku.
Dengan demikian hukum yang berlaku di Indonesia saat ini sebagaian terbesar masih merupakan warisan jaman Hindia Belanda, sehingga untuk mengetahui seluk beluk tata hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, kita harus menoleh ke jaman Pemerintahan Hindia Belanda.
Ketika kapal Belanda VOC (singkatan dari Verenigde Oost Indische Compagnie) pertama kali mendarat di kepulauan Indonesia, awak kapal itu menyaksikan kenyataan bahwa orang Indonesia telah hidup dalam hukumnya sendiri. VOC yang semula hanya bermaksud melakukan perdagangan, secara berangsur-angsur menguasai kepulauan Indonesia demi kepentingan dagangannya. Sebagai badan dagang, VOC selalu mendasarkan tindakannya atas perhitungan untung rugi ditinjau dari segi ekonomis.
Perhitungan ekonomis ini pun ternyata menjiwai politik hukumannya. Memberlakukan hukum yag dibawahnya dari negeri Belanda, berarti membutuhkan aparat administrasi dan memerlukan biaya untuk itu. Hal ini tentu akan mengurangi keuntungan yang sehabiaya untuk itu. Hal itu tentu akan mengurangi keuntungan yang seharusnya diperoleh VOC. Itulah sebabnya VOC membiarkan orang bumi putera hidup dalam hukum adatnya sendiri, sedangkan mereka pun hidup menurut hukum yang dibawa dari negeri asalnya, yaitu barat (Eropa).
Setelah VOC menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah Hindia Belanda, kaula negara (istilah yang digunakan untuk menyebut warga negara pada saat itu) Hindia Belanda dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
a. golongan Eropa, yang tunduk pada hukum barat;
b. golongan Bumiputera, yang tunduk pada hukum adatnya masing-masing;
c. golongan Timur Asing, yang tunduk pada hukum adatnya masing-masing.
Dengan demikian pada jaman Hindia Belanda terdapat plurelisme hukum, yaitu adanya beberapa sistem hukum yang masing-masing hanya berlaku terhadap segolongan kaula negara saja. Pluralisme hukum ini terus berlangsung hingga saat ini berdasarkan Aturan Peralihan yang telah kita bicarakan di atas tadi.
Sejak Pemerintahan Hindia Belanda telah diupayakan untuk menciptakan kodifikasi hukum atau unifikasi hukum. Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum yang sejenis secara sistematis dalam sebuah kitab undang-undang. Sedangkan unifikasi hukum adalah berlakunya satu hukum untuk seluruh golongan warganegara (kaula negara).
Upaya kodifikasi nampaknya cukup berhasil, khususnya pembukuan hukum yang berlaku bagi golongan Eropa yaitu dengan disahkannya antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPt), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dan kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP). sedangkan upaya pegunifikasikan hukum ternyata kurang berhasil, kecuali KUHP yang sejak 1 Januari 1918 diberlakukan untuk seluruh golongan kaula negara Hindia Belanda.
Setelah merdeka upaya unifikasi hukum terus dilanjutkan, dan saat ini telah tercapai unifikasi hukum dalam lapangan:
a. Hukum Tata Negara, karena setiap penggantian undang-undang biasanya langsung mempengaruhi dan meyeragamkan ke tatanegaraan kita.
b. Hukum Agraria, dengan keluarnya undang-undang pokok Agreria (UU No. 5 tahun 1960).
c. Hukum Perkawinan, dengan keluarnya undang-undang pokok perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974)
d. Hukum Acara Pidana, dengan keluarnya kitab Undang-undang Hukum acara Pidana (KUHAP),
yaitu UU No. 8 Tahun 1981.
e. Hukum Pajak, dengan keluarnya UU No. 6 Tahun 1983, UU No. 7 Tahun 1983, dan UU No. 8
Tahun 1983.
Mengingat sangat Kompleksnya hukum yang berlaku didalam suatu negara (Indonesia), maka perlu diadakan penggolongan tentang hukum agar kita mengetahui dengan mudah serta memahaminya. Adapun penggolongan hukum itu antara lain dapat dirinci sebagai berikut :
- Hukum menurut bentuknya
- Hukum menurut ruang (wilayah) berlakunya
- Hukum menurut waktu berlakunya
- Hukum menurut hukum yang diaturnya
- Hukum menurut fungsinya
- Hukum menurut sifatnya
- Hukum menurut masalah yang diaturnya
0 comments:
Post a Comment