BLOG TENTANG : PENGERTIAN, MANFAAT, PENDIDIKAN, KESEHATAN, SERTA CARA, PETUNJUK DAN DO'A-DO'A

7 Larangan Bagi Orang yang Berhadats Dikerjakan / Dilakukan

Persoalan Hadas adalah persoalan yang sangat penting harus di ketahui. Adapun najis yang kami akan uraikan adalah najis yang berhubungan dengan manusia. Seperti diketahui bahwa najis ada 3 tingkatan yakni hadas ringan, sedang, dan berat. Disamping kita harus mengetahui cara mensucikannya atau membersihkannya, juga ada beberapa hal yang harus dihindari bagi orang yang sedang berhadas. Inilah yang akan kami uraikan secara terinci tentang hal-hal yang dilarang dilakukan orang yang sedang berhadas, baik yang berhadas ringan, sedang begitupun yang berat.
Hal-hal Yang Dilarang Dikerjakan / Dilakukan Orang yang Berhadats

A. Hal yang Dilarang Karena Hadats Kecil
     Ada beberapa hal yang dilarang dilakukan atau dikerjaan orang yang berhadats kecil diantaranya sebagai berikut :
1. Mengerjakan sholat
    Orang yang berhadat kecil dilarang melaksanakan sholat, baik sholat wajib juga sholat sunat, begitu juga sujud sahwi, sujud yukur dan khotbah jumat. Sebagaimana Rasulullah saw bersabada :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّ اللَّه عَلَيْهِ ؤَسَلَّم: لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
"Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu apabila berhadats hingga ia berwudhu" (H.R.Bukhari dan muslim)
2. Menyentuh/ membawa Al-Qur'an
    Orang yang berhadats dilarang menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan terpaksa untuk menjaga agar jangan rusak, tenggelam, terbakar dan lainnya, maka dalam keadaan demikian mengambil Al-Qur'an menjadi wajib, untuk menjaga kehormatannya. Adapun larangan menyentuh Al-Qur'an bagi orang yang berhadats. Rasulullah saw bersabda :

عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ 
فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِر

"Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni ).

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ كُنَّا مَعَهُ فِى سَفَرٍ فَانْطَلَقَ فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ جَاءَ فَقُلْتُ أَىْ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ تَوَضَّأْ لَعَلَّنَا نَسْأَلُكَ عَنْ آىٍ مِنَ الْقُرْآنِ فَقَالَ سَلُونِى فَإِنِّى لاَ أَمَسُّهُ إِنَّهُ لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ فَسَأَلْنَاهُ فَقَرَأَ عَلَيْنَا قَبْلَ أَنْ يَتَوَضَّأَ.

"Dari ‘Abdurrahman bin Yazid, dari Salman, kami pernah bepergian bersama Salman. Suatu ketika beliau pergi untuk buang hajat setelah kembali aku berkata kepada beliau, “Wahai Abu ‘Abdillah, berwudhulah agar kami bisa bertanya kepadamu tentang ayat-ayat Al-Qur’an.” Beliau berkata, “Silakan bertanya namun aku tidak akan menyentuh Al-Qur’an. ‘Sesungguhnya tidaklah menyentuhnya melainkan orang-orang yang disucikan’ (QS. Al-Waqiah: 77)”. Kami pun mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau dan beliau bacakan beberapa ayat kepada kami sebelum beliau berwudhu. (HR. Ad-Daruquthni ).

B. Hal Yang Dilarang Karena Hadats Junub
     Ada beberapa hal yang dilarang dilakukan atau dikerjakan bagi orang yang sedang dalam keadaan junub diantaranya :
1. Sholat, baik sholat wajib ataupun sholat sunat
2. Tawaf, baik tawaf fardhu ataupun tawaf sunat
3. Menyentuh, membawa atau mengangkat mushaf
Dari Ibnu Umar beliau berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَالْحَائِضُ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ

“Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sesuatu pun dari Al-Qur`an.” (HR. Ibnu Majah, hadits ini hadits dhaif).
    Adapun membaca zikir-zikir yang terdapat dalam Al-Qur'an dapat dibolehkan, asal tidak berniat membaca Al-Qur'an. Sebagian ulama berbendapat bahwa orang junub tidak dilarang (tidak haram) membaca Al-Qur'an, sebab tidak ada dalil yang kuat. Sedangkan hadits tersebut menurut penyelidikan mereka tidak sah.

5. Berhenti di dalam masjid
    Ada beberapa dalil yang melarang orang masuk ke masjid bagi orang yang sedang junub diantaranya ;
Firman Allah dalam surah An-Nisaa ayat 43 ;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. (QS. An-Nisa’ 4 : 43).
    Dari ayat tersebut di atas udah jelas bahwa yang diperbolehkan hanya lewat tempat shalat. Jadi berhenti atau duduk di dalam masjid tidak diperbolehkan
Hal ini juga berdasarkan riwayat Abu Dawud dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ

Aku tidak menghalalkan masuk Masjid untuk orang yang sedang haid dan juga orang yang sedang junub. (HR. Abu Dawud).

C. Hal Yang Dilarang Karena Hadats, Haid dan Nifas.
    Ada beberapa hal yang dilarang dilakukan saat orang yang hadats, haid dan nifas diantaranya sebagai berikut :
1. Mengerjakan shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunat.
2. Mengerjakan tawaf, baik tawaf fardhu ataupun tawaf sunat
فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى

“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.”  (HR. Bukhari  dan Muslim )

3. Menyentuh dan membawa Al-Qur'an
4. Diam didalam masjid. Adapun melewatinya boleh apabila tidak takut akan mengotori masjid. Tetapi kalau khawatir kotorannya akan jatuh di masjid, maka lewat kedalam masjid ketika itu pun juga haram.
لاَ أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ
“Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.” (HR. Abu Daud , Baihaqi )

5. Puasa, Oarang yang sedang haid dilarang berpuasa, baik puasa wajib ataupun puasa sunat. Adapun puasa wajib yang ditinggal maka wajib mengqada puasanya yang ditinggalkan itu. Sedangkan sholat yang yang ditinggalkan saat haid atau nifas, tidak wajib diqadanya.
Dalam hadits Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” (HR. Muslim ) Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah,)

6. Suami haram menalak istrinya yang sedang haid atau nifas.

    Ibnu umar telah menalak istrinya yang sedang haid, maka umar menanyakan kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw, bersabda :

مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا، ثُمَّ لِيُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ، ثُمَّ تَحِيضَ ثُمَّ تَطْهُرَ، ثُمَّ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ، وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ، فَتِلْكَ العِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ

“Perintahkan dia untuk merujuk istrinya, kemudian tahan sampai suci, kemudian haid lagi, kemudian suci lagi. Selanjutnya jika dia mau, dia bisa pertahankan dan jika mau dia bisa menceraikannya sebelum disetubuhi. Itulah iddah yang Allah perintahkan agar talak wanita dijatuhkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ

“Wahai nabi, apabila kalian hendak mentalak isteri-isteri kalian maka hendaklah kalian  ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu…” (QS. At-Talak: 1)

       Pada ayat di atas, Allah perintahkah para suami yang hendak mentalak istrinya, agar talak ini dijatuhkan di saat istri bisa menentukan masa iddah dengan baik setelah talak. Dan ini hanya bisa dilakukan, jika talak itu dijatuhkan di masa suci sebelum digauli. Ketika talak dijatuhkan dalam kondisi ini, maka sang istri bisa menjalani masa iddah dengan menghitung 3 kali haid setelah itu. Itulah penentuan waktu cerai yang sesuai perintah Allah, sebagaimana yang ditegaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena cerai ini tata caranya sesuai perintah Allah maka talak ini dinamakan talak sunah.
Cerai dijatuhkan pada masa haid atau nifas, akan memperlama masa iddah sang istri. Karena dia baru bisa menghitung masa iddah dengan datangnya haid, setelah dia suci terlebih dahulu.

Sementara talak yang dijatuhkan di masa suci namun sudah disetubuhi maka keadaan sang istri tidak diketahui apakah dia hamil ataukah tidak. Sehingga dia tidak tahu perhitungan iddahnya, apakah nunggu sampai melahirkan atau dengan datangnya haid.
Sayyid Sabiq menyatakan,
وأجمع العلماء على أن الطلاق البدعي حرام، وأن فاعله آثم.

“Ulama sepakat bahwa talak bid’ah hukumnya hakam, dan pelakunya berdosa.” (Fiqih Sunah,).
     Hal yang sama juga dinyatakan dalam Mausu’ah Fiqhiyah Muyasarah,

وأمّا طلاقها في حال الحيض فهو محرّم بالكتاب والسنّة والإِجماع، وليس في تحريمه نزاع
“Mentalak istri ketika haid hukumnya haram, berdasarkan dalil Alquran, sunah dan sepakat ulama. Tidak ada perselisihan tentang haramnya cerai ketika haid (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyasarah, )
7. Suami istri haram bersetubuh ketika istri dalam keadaan haid atau nifas
    Sebagaimana firman Allah :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah haidh itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS Al-Baqarah: 222)

فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ

“Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS Al Baqarah: 222)
    Apa yang harus dihindari suami ketika istri sedang haid ?. Dalam soal ini ada beberapa pendapat :
- Yang wajib dihindari ialah semua badan istri karena dalam ayat tersebut diperintahkan menjauhi perempuan dengan tidak ditentukan apa yang harus di jauhi itu
- Yang harus dihindari hanya tempat keluar darah itu saja karena ayat tersebut membicarakan tentang darah
- Yang wajib dihindari adalah bagian antara pusat sampai lutut karena dikhawatirkan tidak sabar.
    Dari ayat tersebut timbul pula perbedaan faham antara ulama. Apabila haid sudah berhenti sebelum permpuan itu mandi, sudah bolehkan suami mendekatinya atau menunggu sang istri mandi wajib ? Maka pendapat pertama mengatakan sudah boleh karena sudah suci, tidak usah menunggu mandi karena dia sudah suci. Pendapat kedua mengatakan belum boleh karena belum sempurna kesuciannya sebalum dia mandi.






7 Larangan Bagi Orang yang Berhadats Dikerjakan / Dilakukan Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ilmusaudara.com

0 comments:

Post a Comment