BLOG TENTANG : PENGERTIAN, MANFAAT, PENDIDIKAN, KESEHATAN, SERTA CARA, PETUNJUK DAN DO'A-DO'A

Makalah Tentang "PENDIDKAN ISLAM DI INDONESIA"



PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
BAB. I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang Masalah
Memahami konteks pendidikan Islam di Indonesia tidak cukup hanya dengan melihat bahwa pendidikan Islam merupakan subsistem dari pendidikan nasional. Akan tetapi, pendidikan Islam juga sekaligus sebagai entitas tersendiri yang memiliki tradisi dan kultur akademik yang berbeda dengan karakteristik pendidikan pada umumnya. Di antara ciri substantifnya adalah, bahwa pendidikan Islam dibangun atas dasar kesadaran dan keyakinan umat Islam untuk menjadi pribadi muslim yang taat (`abdullah, khalifah fi al-ard). 

Maka, wajar jika pengetahuan dan wawasan keIslaman merupakan prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh seluruh umat Islam.Kesadaran semacam ini lalu menjadi motivasi utama di kalangan pemimpin agama yang secara mandiri memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan Islam di tengah masyarakat, baik secara individual maupun kolektif-kolegial (organisasi keagamaan, al-jam`iyah al-diniyah).

Pendidikan Agama Islam pada dasarnya cukup mewarnai perjalanan bangsa Indonesia.Hal ini dapat dilihat dari dimensi historis pendidikan bangsa Indonesia.Sebelum pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sistem pendidikan barat yang sekuler, telah diketahui bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal yang ada di Indonesia, sehingga dalam perjalanan dan perkembangan berikutnya pendidikan agama tidak tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia[1].

Meskipun pendidikan agama tidak termasuk pola dasar pembangunan nasional tetapi pendidikan agama sebagai salah satu komponen strategis dalam pembinaan watak bangsa Indonesia, karena tergolong ke dalam kelompok dasar dari kurikulum pendidikan nasional. Pendidikan Agama wajib dilaksanakan di semua lingkungan pendidikan oleh semua unsur penanggung jawab pendidikan, mengingat Pendidikan Agama di negeri Pancasila yang kita cintai ini bukan semata-mata panggilan misioner atau dakwah agama, melainkan ia merupakan misi nasional yang mengikat seluruh bangsa[2].

Sistem pendidikan nasional sebagai suatu hasil kebijakan haruslah bersifat dinamis, fleksibel, sehingga dapat menyerap perubahan-perubahan yang cepat antara lain karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat menuju kepada masyarakat yang semakin demokratis dan menghormati hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani Indonesia yang kita wujudkan melalui pendidikan nasional haruslah mengembangkan ciri-ciri dan unsur-unsur masyarakat tersebut. Hal ini harus dapat dijabarkan melalui praktik pendidikan nasional baik dalam pendidikan formal, pendidikan non formal maupun di dalam pendidikan informal.[3]Sehingga setiap saat kita perlu meninjau kembali rumusan mengenai sistem pendidikan nasional kita.

Sejalan dengan dinamika peradaban manusia, segala macam produk regulasi perlu ada penyesuaian dengan tuntutan perkembangan dan kebutuhan zaman, termasuk regulasi tentang pendidikan nasional. Dengan asumsi tersebut, Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dipandang tidak memadai lagi dan perlu disempurnakan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga pada akhirnya melalui beberapa proses panjang sebagai upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional maka disahkanlah Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Belakangan, diskusi soal eksistensi pendidikan Islam tidak lagi berkutat pada aspek substantif-akademik, melainkan semakin mengkerucut pada aspek formatif-institusional.Hal ini mengingat keberadaan pendidikan Islam dalam berbagai pola dan bentuknya sudah diakomodasi dalam sistem pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003). Namun demikian, dalam situasi di mana terjadi peleburan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional, tentu kita harus tetap memperkuat semangat dan cita-cita awal untuk membentengi masyarakat muslim dengan nilai-nilai dan moralitas agama. Jangan sampai tuntutan dunia kerja dan profesional menjadi satu-satunya tujuan dari penyelenggaraan pendidikan, tetapi pada saat yang bersamaan melupakan peran pendidikan dalam melakukan transmisi nilai-nilai agama dan budaya bangsa.

B.           Batasan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis dapat mengemukakan batasan masalah yang menjadi ruang lingkup pembahasan pada makalah ini adalah seputar pengertian pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional, posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional serta kontribusi pendidikan Islam dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional.  
BAB. II
PEMBAHASAN

A.          Pengertian Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional

1.            Pengertian Pendidikan Islam
Sebelum membahas pendidikan Islam terlebih dahulu penulis sedikit menguraikan apa arti pendidikan itu sendiri. Istilah pendidikan dalam konteks Islam lebih banyak dikenal dengan term At-Tarbiyah, At-Ta’lim, At-Ta’dib, dimana term tersebut mempunyai makna yang berbeda. Dari ketiga istilah tersebut telah banyak menimbulkan perdebatan diantara para ahli mengenai istilah mana yang paling tepat untuk menunjuk kegiatan “pendidikan”.

Dalam bukunya Abu Tauhid yang berjudul “Beberapa Aspek Pendidikan Islam” memberikan pemahaman tentang ketiga istilah di atas yaitu : kata At-Ta’lim yang lebih tepat ditujukan untuk istilah “pengajaran” yang hanya terbatas pada kegiatan menyampaikan atau memasukkan ilmu pengetahuan ke otak seseorang. Jadi lebih sempit dari istilah “pendidikan” yang dimaksud, dengan kata lain At-Ta’lim hanya sebagai bagian dari pendidikan. Dan kata At-Ta’dib lebih tepat ditujukan untuk istilah “pendidikan ahlak” semata, jadi sasarannya hanyalah pada hati dan tingkah laku (budi pekerti.) sedangkan kata At-Tarbiyah mempunyai pengertian yang lebih luas dari At-Ta’lim dan At-Ta’dib bahkan mencakup kedua istilah tersebut[4].

Untuk itu ditijau dari segi asal bahasanya, sebagaimana diutarakan Abdur Rahman An-Nahlawi, kata At-Tarbiyah memiliki tiga asal yaitu Kata At-Tarbiyah berasal dari kata   رَبَا يَرْبُوْ    Yang mempunyai arti زَادَ وَنَمَا (bertambah dan tumbuh ), Kata At-Tarbiyah berasal dari kata رَبِيَ- يَرْبَي  yang mempunyai arti    تَرَعْرَعَ  نَشَأَ وَ ( tumbuh dan berkembang menjadi dewasa )dan   Kata At-Tarbiyah berasal dari kata ر ب – ير ب  yang mempunyai arti اَصْلَحَهُ: وَتَوَلَّى اَمْرَهُ : وَسَاسَهُ وَقَامَ عَلَيْهِ وَرَعَاهُ ( memperbaiki, mengurusnya, memimpinnya dan mengawasi serta menjaganya.[5]

Dari pengertian di atas istilah At-Tarbiyah mengandung berbagai kegiatan yang berupa menumbuhkan, mengembangkan, memperbaiki, mengurus, maupun mengawasi serta menjaga anak didik. Dengan berbagai kegiatan ini maka potensi-potensi yang ada dalam diri anak didik akan mengalami perkembangan ke arah kemajuan.
Sedangkan pengertian pendidikan Islam secara terminologi telah banyak para pakar yang mencoba merumuskannya berdasarkan hasil ijtihad sehingga tak mengherankan jika sampai saat ini banyak definisi pendidikanIslam yang masing-masing mengandung persamaan dan perbedaan. Berikut ini dikemukkan  definisi pendidikan Islam yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli diantaranya :
Sayid Sabiq, merumuskan bahwa pendidikan Islam ialah mempersiapkan anak baik dari segi jasmani, segi akal, dan segi rohaniyah sehingga dia menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi umatnya. Sementara Anwar Jundi, mengatakan pendidikan Islam yaitu menumbuhkan manusia dengan pertumbuhan yang terus menerus sejak ia lahir sampai ia meninggal dunia.[6]

Prof. Dr. Muhammad Athiyah Al-Abrosy menyatakan bahwa prinsip umum pendidikan Islam adalah mengembangkan berfikir bebas dan mandiri serta demokratis dengan memperhatikan kecenderungan peserta didik secara individu yang menyangkut aspek kecerdasan akal, dan bakat dengan dititik  beratkan pada pengembangan ahlak[7]
   John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektul dan emosional kea rah alam dan sesama manusia, Hongeveld mengartikan pendidikan dalam arti mendidik adalah membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggungjawabnya sendiri, sejalan dengan itu Ki Hajar Dewantara  mengemukakan bahwa mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai muslim dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya[8]
Pengertian di atas menjelaskan bahwa pendidikan Islam berupaya mengembangkan potensi manusia baik dari sisi kognitif, afektif maupun psikomotorik sebagai satu kesatuan yang utuh dengan berlandaskan nilai-nilai Islam sehingga diharapkan manusia bisa menghadapi masa depan yang akan dihadapi dengan kemampuan yang telah dimilikinya.
Berbagai pengertian tersebut menunjukkan beragamnya pendapat para ahli. Namun memiliki kesamaan yang mendasar sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa untuk mengarahkan, membimbing dan mengembangkan seluruh potensi anak didik agar berkembang lebih maju demi tercapainya pribadi yang dewasa, mandiri dan lebih sempurna dengan berlandaskan nilai-nilai yang bersumber dari Al-Quran dan Sunah untuk mencapai kebahagiaan yang akan datang, sehingga dengan demikian Pendidikan Islam merupakan pengembangan potensi yang dimiliki anak sesuai dengan bakat dan minatnya, disamping itu pendidikan harus mempunyai tujuan jelas yang hendak dicapai, sehingga kemampuan yang dimiliki anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohaninya sehingga menjadi manusia yang berguna.
2.            Pengertian Pendidikan Nasional
Berkenaan dengan pendidikan nasional, beberapa pendapat tokoh yang dapat dijadikan rujukan diantaranya  pendapat Ki Hajar Dewantoro, yang disunting oleh Abuddin Nata,  Ia berpendapat bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan prikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya agar dapat bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di muka bumi.[9]
 Berdasar pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,  padaBab Ketentuan Umum   pasal 1 ayat (1) sampai (3) disebutkan bahwa  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sementara yang dimaksud dengan   Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dantanggap terhadap tuntutan perubahan zaman[10].
Sistem pendidikan nasional sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam bahasan makalah ini juga disebutkan dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
B.           Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan undang – undang yang mengatur penyelenggaraan pendidikan nasional sebagaimana yang dikehendaki UUD 1945. Proses perjalanan yang melelahkan, sejak Indonesia merdeka hingga tahun 1989 dengan kelahiran UU No. 2 Tahun 1989, dan kemudian disempurnakan menjadi UU No. 20 Tahun 2003, merupakan puncak dari usaha mengintegrasikan pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional.

Dengan demikian berarti UU No. 20 Tahun 2003 merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional.Dengan adanya wadah tersebut, pendidikan Islam mendapatkan peluang serta kesempatan untuk terus dikembangkan.
Terdapatnya peluang dan kesempatan untuk berkembangnya pendidikan Islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut dapat dilihat padabeberapa pasal yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003, seperti berikut ini.

1. Pasal 1 ayat (2), disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai – nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan Islam, baik sebagai sistem maupun institusinya, merupakan warisan budaya bangsa, yang beruratdan  berakar pada masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian, jelas bahwa pendidikan Islam akan merupakan bagian integral dan tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.

2. Pada pasal 3 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Nilai –nilai dan aspek – aspek tujuan pendidikan nasional tersebut, sepenuhnya adalah nilai –nilai dasar ajaran Islam, tidak ada yang bertentangan dengan tujuan pendidikan Islam. Oleh karena itu, perkembangan pendidikan Islam akan mempunyai peran yang menentukan dalam keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut.

3. Dalam pasal 15 disebutkan bahwa jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, vokasi, keagamaan, dan khusus. Yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan sebagaimana yang dijelaskan pada pasal tersebut adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang Islam berkepentingan dengan pengetahuan tentang ajaran – ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan nilai – nilai keagamaan, moral, dan sosial budayanya. Oleh sebab itu, pendidikan Islam dengan lembaga – lembaganya tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional. Sejalan dengan pasal tersebut, dipertegas lagi dalam pasal 30 ayat (2) yang menyatakan bahwa pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai –nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

4.  dalam pasal 37 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang pendidikan (dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi) wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa. Dalam kaitan ini, dijelaskan bahwa pendidikan keagamaan (termasuk pendidikan agama Islam) merupakan bagian dari dasar dan inti kurikulum pendidikan nasional. Dengan demikian, pendidikan Islam pun terpadu dalam sistem pendidikan nasional.

5. Pada pasal 53 ayat (1) dikemukakan bahwa masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

Dengan pasal ini satuan – satuan pendidikan Islam baik formal maupun non formal seperti madrasah, pesantren, madrasah diniyah takmiliyah[11], majlis ta’lim, dan sebagainya akan tetap tumbuh dan berkembang secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional.  Dalam penjabarannya posisi pendidikan agama diperkuat dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indoesia no. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagaaan dimana pada Bab II Pasal 3 ayat (1)  disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama, dan ayat (2) berbunyi bahwa pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama[12]

Demikian sepintas pasal – pasal yang termuat dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 yang menempatkan posisi pendidikan Islam dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Pada dasarnya sebelum UU No. 20 Tahun 2003 lahir, pada UU No. 2 Tahun 1989 juga posisi pendidikan Islam sudah diatur sedemikian rupa, hanya saja dalam kerangka pelaksanaannya sering mendapatkan kendala sehingga pendidikan Islam masih dianggap sebagai pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan nasional.

Berangkat dari keberadaan pendidikan Islam tersebut di atas lebih nyata lagi pada Undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 bab I tentang ketentuan umum menyebutkan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan nasional dalam undang-undang tersebut diartikan sebagai pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sementara sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Yang dimaksud dengan tujuan pendidikan nasional dalam sisdiknas adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab[13].
Dari pengertian pendidikan, pendidikan nasional, sistem pendidikan nasional dan tujuan pendidikan nasional, sangat kental nuansa nilai-nilai agamanya. Pada beberapa bab lainnya juga sangat tampak bahwa kata agama dan nilai-nilai agama kerap mengikutinya. Misalnya, dalam bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Demikian pula padabab IX tentang kurikulum, bahwa dalam penyusunannya diantaranya harus memperhatikan peningkatan iman dan takwa serta peningkatan ahlak mulia.
Dari rumusan diatas menunjukkan bahwa agama menduduki posisi yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya.Hal yang wajar jika pendidikan nasional berlandaskan pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beragama.Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar yang menjadi penggerak dalam kehidupan berbangsa.Agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan diri sendiri.Dengan demikian terjadilah keserasian dan keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Jika hal tersebut dipahami, diyakini dan diamalkan oleh manusia Indonesia dan menjadi dasar kepribadian, maka manusia Indonesia akan menjadi manusia yang paripurna atau insan kamil. Dengan dasar inilah agama menjadi bagian terpenting dari pendidikan nasional yang berkenaan dengan aspek pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-nilai ahlakul karimah.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Mastuhu mengungkapkan bahwa pendidikan Islam di Indonesia harus benar-benar mampu menempatkan dirinya sebagai suplemen dan komplemen bagi pendidikan nasional, sehingga sistem pendidikan nasional mampu membawa cita-cita nasional, yakni bangsa Indonesia yang modern dengan tetap berwajah iman dan takwa.[14]
Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada posisi konsep.Ditinjau dari tataran universalitas konsep Pendidikan Islam lebih universal karena tidak dibatasi negara dan bangsa, tetapi ditinjau dari posisinya dalam konteks nasional, konsep pendidikan Islam menjadi subsistem pendidikan nasional.Karena posisinya sebagai subsistem, kadangkala dalam penyelenggaraan pendidikan hanya diposisikan sebagai suplemen. Mengingat bahwa secara filosofis (ontologis dan aksiologis) pendidikan Islam relevan dan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional, bahkan secara sosiologis pendidikan Islam merupakan aset nasional, maka posisi pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional bukan sekadar berfungsi sebagai suplemen, tetapi sebagai komponen substansial. Artinya, pendidikan Islam merupakan komponen yang sangat menentukan perjalanan pendidikan nasional.
C.          Kontribusi Pendidikan Islam dalam Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional

Secara historis pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dalam perjalanan bangsa Indonesia.Pendidikan Islam (pesantren[15] kemudian disusul madrasah) merupakan satu – satunya lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, sebelum pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan“sekolah”pada abad ke-19. Sejak itulah terjadi dualisme penyelenggaraan pendidikan, di mana di satu sisi pendidikan Islam terus berjalan dan di lain sisi sekolah yang dibangun pemerintah kolonial juga terus berjalan. Keduanya berjalan dalam kondisi yang sangat berbeda, baik dalam pemberian materi pembelajaran maupun segi performanya.
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan Islam tidak serta merta dimasukkan di dalam sistem pendidikan nasional.Organisasi pendidikan Islam memang terus hidup dan berkembang, namun tidak memperoleh perhatian sepenuhnya dari pemerintah.Lembaga – lembaga pendidikan Islam dibiarkan hidup meskipun dalam keadaan yang sangat sederhana.
Pada sekitar tahun 1946, Departemen Agama telah meletakkan cita – cita pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi pendidikan nasional, khususnya pendidikan keagamaan.Pengembangan pendidikan keagamaan semula memang dilakukan oleh masyarakat sendiri melalui berbagai perkumpulan dan organisasi kemasyarakatan dengan mencoba menyelenggarakan sistem pendidikan keagamaan dalam bentuk pesantren, diniyah dan madrasah.Dinamika pendidikan tersebut selain landasan pemerintah dalam menyusun strategi pengembangan pendidikan keagamaan, juga menjadi ciri khas dari program pendidikan di lingkungan Kementerian Agama, yakni pendidikan yang mengekspresikan kebutuhan masyarakat dan yang dikelola bersama masyarakat.Namun sayangnya, keadaan pendidikan Islam dalam kurun waktu yang relatif lama masih saja belum mendapat perhatian serius dari pemerintah.Perkembangannya dibiarkan begitu saja dikelola oleh masyarakat sehingga keadaannya tetap termarginalkan.
Pada sekitar tahun 1970–an baru mulai adanya perhatian pemerintah yang ditujukan untuk pembinaan madrasah, misalnya dengan lahirnya SKB 3 Menteri tahun 1975 antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. SKB 3 Menteri tersebut disusul lagi dengan SKB antara Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1984, tentang pengaturan pembakuan kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah. Sejak saat itu, madrasah memasuki mainstream pendidikan nasional.Upaya pengembangan dilakukan melalui pendefinisian berbagai kelemahan madrasah seperti terlalu banyak mata pelajaran, kualitas guru yang rendah, sarana pendidikan yang tidak memadai, dan kebanyakan siswanya berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Pengakuan secara yuridis terhadap kelembagaan pendidikan Islam dengan ciri khasnya baru dapat dilihat dengan kehadiran UU Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Di dalam UU tersebut, pendidikan madrasah diakui sebagai subsistem pendidikan nasional sebagaimana juga di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah.
Dari perjalanan historisnya tersebut, meskipun pendidikan Islam tidak jarang mendapatkan tekanan dan kurang mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah, namun pendidikan Islam telah berhasil survive di dalam berbagai situasi dan kondisi mengarungi masa – masa sulitnya. Hal demikian menyebabkan pendidikan Islam menyandang berbagai jenis nilai luhur[16], seperti hal – hal sebagai berikut.
1.  Nilai historis; dimana pendidikan Islam telah survive baik pada masa kolonial hingga zaman kemerdekaan. Pendidikan Islam telah menyumbangkan nilai – nilai yang sangat besar di dalam kesinambungan hidup bangsa, dalam kehidupan bermasyarakat, dalam perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Di dalam invasi kebudayaan Barat, pendidikan Islam telah menunjukkan ketahanujiannya sehingga tetap survive.
2.  Nilai religius; pendidikan Islam di dalam perkembangannya tentunya telah memelihara dan mengembangkan nilai – nilai agama Islam sebagai salah satu nilai budaya bangsa Indonesia.
3 Nilai moral; pendidikan Islam tidak diragukan lagi sebagai pusat pemelihara dan pengembangan nilai – nilai moral yang berdasarkan agama Islam. Sekolah – sekolah madrasah, pesantren, bukan hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan, tetapi juga sebagai pusat atau banteng moral dari kehidupan mayoritas bangsa Indonesia.
4.  Berbasis partisipasi masyarakat;Pendidikan Islam diselenggarakan oleh, dari, dan untuk masyarakat guna  memenuhi kebutuhan aspirasi warganya, oleh sebab itu dilaksanakan atas dasar partisipasi masyarakat, sehingga dengan sendirinya telah meringankan beban yang menjadi tanggungjawab peerintah.
5.            Berorientasi pada kemandirian yang tinggi;Pendidikan Islam berpijak kepada prinsip kemandirian yang tinggi di tingkat satuan pendidikan karena bertumpu kepada partisipasi masyarakat. 
6.  Bersifat majemuk dari aspek jalur, jenjang, dan jenis;Pendidikan Islam bersifat majemuk dari berbagai aspek sehingga memberikan warna tersendiri dalam sistem pendidikan nasional.
7. Nilai-nilai demokratis, keadilan, dan kesetaraan;Pendidikan Islam menunjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, berkeadilan, dan berkesetaraan sehingga memberikan pemihakan yang tinggi kepada kelompok masyarakat marjinal.
8.  Berwawasan kebangsaan Indonesia;Pelaksanaan Pendidikan Islam di Indonesia memiliki nilai wawasan kebangsaan Indonesia yang selaras dengan muatan pendidikannya hingga proses tata kelola pendidikannnya.

Pendidikan Islam di Indonesia sebagai subsistem pendidikan nasional, secara implisit akan mencerminkan ciri – ciri kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Kenyataan seperti ini memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam ditujukan sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam[17]. Sementara itu tujuan ideal yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia lewat proses dan sistem pendidikan nasional seperti yang termaktub dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 adalah “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[18]”.

Dengan melihat kedua tujuan pendidikan di atas, baik tujuan pendidikan Islam maupun tujuan pendidikan nasional, tampaknya paling tidak terdapat beberapa dimensi kesamaan yang ingin diwujudkan, yaitu :
1.  Kebhinekaan;Nilai kebhinekaan sangat relevan dalam penyelenggaraan Pendidikan Islam karena tidak hanya mencerminkan beragamnya bentuk penyelenggara pendidikan Islam, melainkan juga menjadi basis nilai pada muatan pendidikan yang diajarkan kepada peserta didik untuk lebih menghargai, menerima, dan merayakan perbedaan pandangan dan bersikap toleran kepada sesama.
2.  Nilai amanah;  dapat dimaknai sebagai sikap yang dapat dipercaya dan memegang teguh kepercayaan dan tanggungjawab yang diberikan. Nilai amanah menjadi selaras dalam perwujudan good governance dalam pengelolaan Pendidikan Nasional.
3. Nilai tafaqquh fi al-din memiliki definisi kontekstual yaitu mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama. Dalam konteks Pendidikan Islam, tafaqquh fi al-din menjadi nilai dasar bagi pendidikan keagamaan sekaligus dapat  menjadi landasan bagi pendidikan agama dan pendidikan umum.
4. Berorientasi Mutu; Salah satu prinsip penyediaan layanan pendidikan adalah dengan memberikan pendidikan yang berorientasi kepada mutu yang tinggi.Pendidikan yang bermutu tinggi dalam spesialisasinya masing-masing, menjadi nilai yang tak terbantahkan baik dalam penyediaan layanan pendidikan maupun dalam prinsip manajemen dan tata kelola Pendidikan Islam.
5. Wawasan kebangsaan; Peranan Pendidikan Islam dalam pembangunan nasional tidak hanya sebagai instrumen pendukung pencapaian sasaran pembangunan. Pendidikan Islam juga telah mampu mendudukkan dirinya sebagai wadah yang tepat dalam membangun sikap tangguh peserta didik yang memiliki wawasan kebangsaan, percaya diri, berprestasi, dan demokratis.
6. Membudayakan ;Pendidikan Islam dituntut untuk tidak hanya memfasilitasi preservasi dan pengembangan nilai Islam, namun juga ikut membudayakan nilai-nilai keislaman kepada masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pembudayaan nilai-nilai Islam diharapkan akan mampu bersinergi dalam pembangunan bangsa, yang mengedepankan penciptaan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, dan beretika.
7. Kesetaraan; Pendidikan Islam, baik sebagai lembaga maupun program, memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh peserta didik, termasuk bagi warganengara yang kurang beruntung dan termarjinalkan,  untuk dapat menikmati layanan pendidikan.
8.  Profesionalisme;Nilai ini mencerminkan bahwa dalam pengelolaannya, Pendidikan Islam dituntut untuk mampu menjabarkan nilai-nilai profesionalisme yang tercermin dalam manajemen yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel bagi publik.

Keseluruhan tata nilai pendidikan Islam tersebut di atas masing-asing bermuara pada tujuan pendidikan nasional yang ingin mewujudkan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu serta perbaikan manajemen tata kelola pendidikan nasional yang baik.
Dengan demikian, keberhasilan pendidikan Islam akan membantu keberhasilan pendidikan nasional. Begitu juga sebaliknya, keberhasilan pendidikan nasional secara makro turut membantu pencapaian tujuan pendidikan Islam.Oleh sebab itu, keberadaan pendidikan Islam mestinya oleh pemerintah dijadikan mitra untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kalau dianalisis lebih lanjut tentang perbandingan antara tujuan pendidikan nasional dengan pendidikan Islam, akan lebih terlihat bahwa pada dasarnya pendidikan Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional dan akan selalu berjalan searah dan setujuan.
1. Pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ... dan seterusnya, merupakan cita – cita bangsa Indonesia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan nasional. Hal tersebut bila dipandang dari perspektif konsep pendidikan Islam tidaklah bertentangan dan menyalahi tujuan pendidikan Islam. Wajar sekali kalau kedua sistem dikembangkan secara terpadu karena berorientasi pada tujuan dan wadah yang sama.
2. Sebagaimana dikehendaki founding father, bahwa karakteristik pendidikan nasional seperti dirumuskan yaitu pendidikan kecerdasan akal budi yang bersendikan agama kebudayaan bangsa, dengan tujuan untuk mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan masyarakat.
3.   Pendidikan kecerdasan akal budi merupakan usaha untuk menumbuhkembangkan potensi fitrah dalam operasionalisasi konsep pendidikan Islam sebab akal budi merupakan salah satu unsur penting dari fitrah manusia.
4. Umat Islam adalah mayoritas bagi bangsa Indonesia karenanya agama dan kebudayaan yang dijadikan sendi pendidikan nasional, tidak lain adalah agama dan kebudayaan Islam, atau minimal agama dan kebudayaan Islami yang sudah menyatu dengan agama dan kebuadayaan Indonesia, dalam sistem pendidikan nasional menjadi unsur yang sangat dominan. 
5. Oleh para pendiri bangsa dan negara ini, tujuan pendidikan nasional dirumuskan secara sangat sederhana yaitu, menuju kearah keselamatan dan kebahagiaan masyarakat. Hal ini merupakan tujuan universal yang ada pada setiap masyarakat dan sistem budaya yang juga merupakan tujuan umum dan universal dari agama dan tujuan pendidikan Islam.
6. Tidak bisa dipungkiri bahwa unsur – unsur budaya Islam telah menjadi bagian integral dari warisan budaya bangsa sehingga pendidikan nasional yang bertujuan untuk memajukan kebudayaan nasional akan berarti pula memajukan unsur – unsur budaya Islam. Begitu pula pendidikan di pesantren dan madrasah merupakan suatu bagian dari warisan budaya bangsa yang di bina dan di kembangkan dalam rangka pembinaan pendidikan nasional, juga berarti memajukan dan mengembangkan sistem pendidikan Islam.
7.  Pada bagian lain, sistem pendidikan pada sekolah – sekolah modern yang juga merupakan bagian dari warisan budaya bangsa, yang kemudian menjadi inti atau unsur utama dalam sistem pendidikan nasional, apabila di tinjau dari segi konsep filosofi pendidikan Islam, ternyata bahwa sekolah – sekolah dan sistem budaya modern tersebut adalah aktualisasi potensi fitrah manusia dalam sistem atau lingkungan budaya bangsa barat. Sistem dan lingkungan yang dikehendaki oleh Islam adalah sistem dan lingkungan budaya terbuka yang bercorak universal. Oleh sebab itu, penerimaan unsur – unsur budaya modern barat kedalam sistem lingkungan budaya Islam bukanlah merupakan hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan dalam hal ini lebih merupakan suatu kewajaran.

Demikian beberapa analisis yang berkenaan dengan bagaimana keterpaduan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional, sehingga wajar bila dikatakan bahwa pendidikan Islam merupakan bagian atau subsistem dari pendidikan nasional.

Alhasil, pendidikan Islam di semua jenis, jenjang, bentuk, dan pola penyelenggaraannya perlu lebih diperkuat lagi peranannya; pertama, dari aspek keilmuan perlu dilakukan diferensiasi yang lebih spesifik antara orientasi pengembangan akademik dan orientasi keterampilan hidup (lifeskill).Kedua, dalam kapasitasnya sebagai transmitter ajaran dan nilai-nilai keIslaman dapat dimulai dengan pembudayaan dan peneladanan pengamalan ajaran Islam pada level institusional (sekolah dan madrasah). Dengan penguatan pada dua peran penting pendidikan Islam tersebut, pembangunan masyarakat relijius dikonstruksi secara sistemik, dengan tidak saja atas partisipasi dan kesadaran dari masyarakat sendiri, tapi juga ada upaya-upaya fasilitasi dari negara melalui Kementerian Agama sebagai regulator penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia. Wallahu a`lam

BAB. III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
1.            Pendidikan Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan pendidikan nasional merupakan upaya mulia yang dilakukan untuk mengarahkan, membimbing dan mengembangkan seluruh potensi anak didik agar dapat menjadi pribadi yang mandiri dan sempurna berlandaskan nilai-nilai ajaran Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dalam pelaksanaannya di Indonesia diselenggarakan dalam bentuk pendidikan formal, non formal dan informal
2.            Ditinjau dari tataran universalitas konsep Pendidikan Islam lebih universal karena tidak dibatasi negara dan bangsa, tetapi ditinjau dari posisinya dalam konteks nasional, pendidikan Islam menjadi subsistem pendidikan nasional. Karena posisinya sebagai subsistem, kadangkala dalam penyelenggaraan pendidikan hanya diposisikan sebagai suplemen. Mengingat bahwa secara filosofis (ontologis dan aksiologis) pendidikan Islam relevan dan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional, bahkan secara sosiologis pendidikan Islam merupakan aset nasional, maka posisi pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional bukan sekadar berfungsi sebagai suplemen, tetapi sebagai komponen substansial. Artinya, pendidikan Islam merupakan komponen yang sangat menentukan perjalanan pendidikan nasional.
3.            Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, pendidikan Islam telah mengambil peran penting memberi kontribusi positif dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, nilai-nilai luhur yang diperjuangkan dalam pendidikan Islam tidak bertentangan dan bahkan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, sebaliknya pun demikian sistim pendidikan nasional telah memberi ruang yang luas dalam pelaksanaan dan penerapan serta pencapaian tujuan pendidikan Islam
B.           Saran-Saran
Penulis sadar bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, kiranya kepada segenap pembaca lebih khusus pada Dosen pengampu mata kuliah Studi Pendidikan Islam dalam Berbagai Perspektif serta rekan-rekan sesama mahasiswa Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam Pasca Sarjana Universitas Muslim Indonesia dapat memberi kontribusi saran dan kritikan konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR  KEPUSTAKAAN
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. II, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003.

Abu Tauhid dan Mangun Budianto,Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (yogyakarta : Sekretaris Ketua Jurusan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1990)

Abuddin Nata Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: T. Raja Grafindo 2004.

Amin Haedari dan Ishom El Saha, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta : Diva Pustaka, 2004.

Athiyah Al-abrasy, Dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa, Prof. H. Bustami, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Departemen Agama RI., Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Departemen Agama RI, 2009.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, 2006.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI., Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan; Jakarta : 2007.

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah, Jakarta: 2013.

H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2000.

H.M. Arifin M., Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Bumi Aksara, Jakarta, 1995.

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional




[1]Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 150.

[2]H.M. Arifin M., Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Bumi Aksara, Jakarta, 1995, hlm. 85.
[3]H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 9

[4]Abu Tauhid dan Mangun Budianto,Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (yogyakarta : Sekretaris Ketua Jurusan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1990) hal.8
[5] Ibid. h.9
[6] (Ibid., hal.11-12)
[7]Athiyah Al-abrasy, Dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa, Prof. H. Bustami, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970) hal. 165
[8] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. II, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003, h. 69
[9] Abuddin Nata Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: T. Raja Grafindo 2004, h.130
[10] Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, 2006, h. 5
[11]Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam diluar pendidikan formal yang diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang.  Madrasah Diniyah Takmiliyah mempunyai 3 (tiga) jenjang tingkatan yaitu Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah atau tingkat dasar dengan masa belajar 4 (empat) tahun, Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha atau tingkat menengah pertama dengan masa belajar 2 (dua) tahun serta Madrasah Diniyah Takmiliyah Ulya atau tingkat menengah dengan masa belajar 2 (dua) tahun. Lihat..(Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah, Jakarta: 2013, h.1

[12] Departemen Agama RI., Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Departemen Agama RI, 2009.h. 7.
[13] Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
[14]Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam di Indonesia, h.291
[15]Bentuk-bentuk pendidikan pesantren dapat diklasifikasi menjadi empat tipe (1) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikn formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang memiliki sekolah keagamaan (RA, MI, MTs, MA dan PT Islam) maupun yang menyelenggarakan sekolah umum (TK, SD, SLTP, SLTA dan PT. Umum). (2) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah yang mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, (3) Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah, (4) Pesantren yang masih mempertahankan ciri khas ketradisionalannya sekedar tempat pengajian tanpa ada sistem kurikulum standar dan sistem klasikal. (Amin Haedari dan Ishom El Saha, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta : Diva Pustaka, 2004, h. 7).
[16]H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 78

[17]Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 28.

[18] Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI., Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan; Jakarta : 2007, h. 8.
Makalah Tentang "PENDIDKAN ISLAM DI INDONESIA" Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ilmusaudara.com

0 comments:

Post a Comment