BLOG TENTANG : PENGERTIAN, MANFAAT, PENDIDIKAN, KESEHATAN, SERTA CARA, PETUNJUK DAN DO'A-DO'A

Hukum 'Urf/Adat dan Contohnya serta Pendapat Para Imam Mazhab

Dalam mengarumi kehidupan didunia ini, manusia sejak dilahirkan dari kandungan ibunya sudah diatur oleh hukum, karena dengan adanya aturan maka manusia diberikan tanggung jawab untuk menjalani kehidupan didunia. Bebicara masalah hukum yang telah ditetapkan oleh ajaran agama Islam baik hukum yang datangnya dari Allah SWT  dan Rasulnya juga ada hukum yang ditetapkan oleh para mujtahid dengan kesepakatannya. Hukum Urf' adalah salah satu hukum yang juga harus wjib dipertimbangkan oleh mujtahid. Hukum urf' adalah suatu hukum yang ditetapkan oleh adat.
Urf/adat menurut Imam Al-Gazali :
"Sesuatu yang telah menjadi mantap/mapan didalam jiwa dari segi akal, dan telah dapat diterima oleh watak-watak yang sehat/baik".
'Urf dan adat menurut Al-Gazali mempunyai arti yang sama (kata yang muradif/sinonim). Urf'/adat ada dua macam yaitu :
  1. Urf'/adatyang sehat/baik, ialah Urf'/adat yang telah dikenal oleh masyarakat, dan tidak bertentangan dengan dalil syara', tidak menghalalkan yang diharamkan, dan tidak membatalkan suatu kewajiban. Misalnya, kebiasaan manusia mengenai istishna' (sudah dibayar harganya, tetapi barangnya masih akan dibuat), dan apa yang diserahkan oleh peminang kepada gadis pinangannya berupa perhiasan dan pakaian itu adalah hadiah bukan mahar.
  2. 'Urf/ adat yang tidak sah, ialah 'urf/ adat yang dibiasakan tetapi bertentangan dengan agama., atau menghalalkan yang haram, atau membatalkan kewajiban. Misalnya kebiasaan masyarakat tentang upacara-ypacara selamatan pada hari-hari peringatan ke lahiran atau kematian, kebiasaan berjudi,dan meminum minuman keras.
hukum urf/ adat yang sah bagi mujtahid, wajib diperhatikan sebaagai bahan pertimbangan unt penetapan hukumanya. Demikian pula bagi hakim wajib memperhatikan 'urf/ adat yaang baik sebagai bahan pertimbangan keputusannya. Karena itu, di dalam kaidah Fiqhiyah dikatakan : "Adat kebiasaan itu menjadi turan hukum yang dikokohkan".
Karena itu, kita bisa melihat imam Malik tidak sedikit mendasarkan fatwa-fatwa hukumnya atas praktek roduk Madinah, yang berarti tradisi penduduk Madinah. Imam Abu Hanifah banyak berbeda dengan shabat-sahabat/murid-muridnya yang terkemuka, seperti Zufar, Muhammad, dan sebagainya karena perbedaaan urf/adat mereka. Imam Syafi'i setelah tinggal di Mesir, mengubah sebagian fatwa-fatwa hukumnya yang telah dikeluarkan di Iraq, karena perbedaaan adat Iraq dan Mesir, sehingga ada mazhab qadim (lama) dan jadid (baru) di dalam mahzab Syafi'i.
Di dalam kitab Fiqih mazhab Hanafi, kita bisa menjumpai banyak hukum yang didasarkan atas adat. Misalnya, jika terjadi dua orang berselisih tentaang hak, dan tiada seorang pun dari keduanya punya buktu atas haknya itu, maka yang dimenangkan ialah orang yang bisa didukung oleh adatnya. Dan barang sipa yang bersumpah : "Tidak akan makan daging", lalu ia makan ikan laut, maka ia dipandang telah melanggar sumpahnya. Karena menurut adat, ikan itu juga daging. Demikian pula wakaf dengan barang bergerak seperti kuda juga sah, jika sejalan dengan adat.
Mengenai 'urf/ adat yang tidak baik, maka ia tidak bisa ditolerir, karena bertentangan dengaan dalil syara' atau membatalkan hukum syara'. Misalnya, membuat transaksi dengan rente/riba, transaksi yang mengandung penipuan atau resiko. Dan sebenarnya bukan hanya agama Islam saja yang menolak adat yang tidak sehat itu, melainkan juga hukum negara tidak bisa menerima dan mengakui hukum adat/adat yang melanggar hukum tata negara dan ketertiban umum.
Perlu diketahui, bahwa hukum-hukum syara' yang semula didasarkan atas 'urf/adat baru, maka menurut Abu Yusuf dari ulama Hanafi dan kebanyakan ulama berpendapat, bahwa huku syara' itu juga berubah mengikuti perkembangan 'urf/adat yang bersangkutan. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Muhammad bin Al-Hasan, tetap berpegang dengan 'urf/adat yang ;lama pada waktu datangnya nash yang bersangkutan.
Misalnya, agama mentapkan untuk gandum, kurma dan garam, yang mau dijualbelikan/ditukar perlu ditakar dengan alat tertentu, seperti mud, sha ; rithl, dan sebagainya. Kemudian jika adat ini berubah dengan menimbangnya dengan alat timbangan lain, maka menurut Abi Hanifah dan Muhammad bin Al-Hasan, tetap memakai adat lama. sebab bila memakai adat baru, terjadilah riba. Sedangkan menurut Abu Yusuf dan kebanyakan ulama non-Hanafi, harus menyusaikan dengan 'urf/adat yang baru.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, 'urf/adat pada hakikatnya bukan dalil syara' yang berdiri sendiri. Ia pada umumnya termasuk memelihara masalah mursalah. 'Urf/adat sebagaimana harus dipertimbangkan dalam menetapkan hukum, juga harus dipertimbangkan pula dalam menafsirkan nash, seperti takhshishul'am dan taqyidul muthlaq dengan huruf 'urf/adat. Dan kadang-kadang qiyas ditinggalkan karena ada 'urf/adat yang lebih sesuai . Misalnya transaksi/akad dengan sistem salam atau istishna' dianggap sah, karena sudah membudaya di masyarakat ('urf), sekalipun menurut qiyas. trasaksi semacam itu tidak sah, karena barangnya belum atau tidak ada pada waktu melaksanakan transaksi/akad.
Hukum 'Urf/Adat dan Contohnya serta Pendapat Para Imam Mazhab Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ilmusaudara.com

0 comments:

Post a Comment