SISTEM PENDIDIKAN ANAK MENURUT THEORI AL-
GHAZALY
Al Imam Al Ghazaly dalam kitabnya Al Ihya telah
menerangkan tharikat yang harus kita lalui dalam mendidik dan member pengajaran
kepada para anak. Di bawah ini kita
nukilkan atau metode dalam mendidik anak agar supaya menjadi anak yang bisa kita banggakan, anak yang berakhlak mulia dan menjadi anak yang sholeh dan sholeha.

Hal ini adalah karena mengingat Firman Tuhan :
“Wahai segala orang yang beriman ! peliharalah
olehmu akan dirimu dan ahli-ahlimu dari api
neraka
Jika para ayah diwajibkan memelihara anak-anaknya
dari neraka dunia, maka memelihara para anak dari neraka akhirat haruslah lebih
diutamakan lagi.
Memelihara anak dari neraka akhirat, ialah
: dengan menta’ dibkannya dan mentahdzibkannya dan dengan memberikan kepadanya
pelajaran-pelajaran yang meninggalkan akhlak dan dengan menjaganya dari
berkawan dengan kawan dan teman yang buruk pakerti.
Dan hendaklah para anak itu dipelihara dari biasa
bersedap-sedapan dengan kelezatan makanan dan janganlah pula anak itu
digemarkan kepada pakaian-pakaian yang indah dan kemewahan hidup. Karena
jikalau sang anak dibiasakan yang tersebut, maka dikala besarnya, ia akan
mempergunakan seluruh wakunya untuk mencapai kelezatan dan kemewahan itu.
Dengan demikian binasalah ia.
Hendaklah diawasi sang anak itu sadari permulaan
tumbuhnya; sejak dari dilahirkan hingga dilepaskan dari susu.
Untuk yang demikian janganlah ayah dan ibu
menyerahkan urusan pemeliharaan anak dan penyusuhannya, selain kepada perempuan
yang saleh yang beragama, yang selalu makan makanan yang halal. Hal ini perlu
diperhatikan karena susu yang hasil dari makanan yang haram, tidak memberikan
berkat. Dan kalau budak itu besar dengan susu yang haram, bercampurlah
anasir-anasir tubuhnya dengan benda yang haram. Dan diketika besar condonglah
ia kepada yang haram, yang sesui dengan anasir-anasir tubuhnya itu.
Apabila tanda-tanda tamyiez telah mulai tampak
pada seseorang anak, perlu diawasi keadaannya.
Diketika itu mulailah sang anak mempunyai
perasaan malu. Maka jika sang anak mulai malu; mulai meninggalkan sesuatu
perbuata, lantaran malunya, berartilah bahwa cahaya akal mulai bersinar padanya.
Dan inilah suatu hidayah Allah dan suatu khabar gembira yang menyatakan bahwa anak kita itu akan menjadi
orang yang berakal; seimabang akhlaknya
dan bersih jiwanya dimasa besarnya. Dan hal ini pula menyatakan bahwa anak kita
akan mempunyai akal yang sempurna dikala dewasanya (balighnya).
Malu yang mulai tumbuh pada seseorang anak,
hendaklha dijadikan jalan yang baik untuk memberikan pengajaran dan asuhan
kepadanya.
Tabi’at yang buruk yang mula-mula Nampak pada seseorang anak, ialah loba makan. Dikala hal ini
didapati, hendaklah para ibu mempergunakan malu yang ada pada anaknya itu untuk
jalan menarik sang anak dari tabi’at rakus kepada makanan itu.Dikala itu mulailah kita ajarkan supaya anak-anak
itu makan dengan tangan kanan seraya membaca “Bismillah” dikala memulainya dan
hendaklha anak kita itu makan yang ada didekatnya ; jangan memanjangkan tangan
untuk menjangkau makanan sebelum diambil oleh selainnya. Hendaklah kita jaga
jangan anak kita itu seorang anak yang sangat mendelik matanya kepada makanan.
Kita didik anak kita itu supaya makan
perlahan-lahan jangan tergesa-gesa. Dan hendaklah kita jaga anak kita jangan
sampai berkawan dengan anak-anak yang dimanjakan hidupnya oleh orang-orang
tuanya. Semua yang tersebut ini dapat diselenggarakan dengan baik dengan berkat
bagusnya pendidikan dan asuhan serta pengajaran.
Kemudian sesudah anak kita mulai menerima
pelajaran guru, hendaklah diserahkan kepada seorang guru (sesuatu perguruan)
untuk mempelajari Al Quran dan mempelajari kisah orang-orang yang ternama dan saleh,
supaya tertanamlah dalam hatinya rasa
gemar kepada meneladani orang-orang yang ternama dan baik itu.
Didalam anak-anak kita menempuh pelajaran,
perlulah mereka dijaga jangan sampai menggauli teman-teman yang buruk
pekertinya. Selanjutnya bila nyata (Nampak) sesuatu pekerti utama dari padaanak
itu, hendaklah kita memberikan balasan yang patut dan menggembirakan hatinya.an
sekali sang anak melakukan kesalahan dan berusaha menutupinya, janganlah kita
bertindak memperlihatkan kesalahannya itu. Akan tetapi jika sang anak kembali
mengerjakan lagi, hendaklah dihadirkan dan dinasehati dengan cara yang baik.
Baik benar sang ayah memelihara kehebatan
pembicaraannya dan hendaklah para ibu memperhebatkan sang ayah dimata anaknya. Lebih
jauh hendaklah sang anak itu dibiasakan
tidur atas tikar yang sederhana (yang tidak empuk), supaya kelak dapat
ia bersabar apabila keadaan menghendaki ia tidur diatas tikar yang kesat dan
kasar.
Perlu benar sang anak itu dibiasakan bergerak dan
bersenam, supaya tubuhnya tidak menyukai kemalasaan. Selain dari itu hendaklah
para anak itu ditengah memegah-megahkan dirinya terhadap kawan-kawannya.
Biasakan anak kita memberi dan jangan dibiasakan
menerima. Ringkasnya, hendaklah anak-anak itu dilatih beradab dan bersopan
santun.
Dikala anak kita telah menjelang umur tamyiez,
hendaklah dikerahkan kepada thahara dan shalat dan dikerahkan pula berpuasa
sebagai percobaan serta diajari segala yang perlu baginya dari undang-undang
syari’at.
Sungguh sangat berat beban yang kita pikul
terhadap anak yang menjadi buah pengarang jantung kita itu. Jika kita dapay
memenuhi segala yang diperlukan oleh pendidikannya, berbahagialah mereka dan
berbahagialah kita. Sebaliknya jika berlaku taksir dalam soal pendidikan dan
pengasuhnya, celakalah mereka dan kita pun turut memikul akibat kecelakaan itu.
Betapa ibu bapak terpelajar memperhatikan
keagamaan anak-anaknya sekarang ini ?
Apabila kita perhatikan betapa kaum ibu bapak
yang dipandang berpengetahuan (terpelajar) membiarkan urusan pendidikan
keagamaan anak-anaknya, kita terpaksa mengeluh.
Bukn sedikit umat islam yang tidak memperhatikan
keagamaan anak-anaknya lagi. Lantaran itu, banyaklah anak-anak yang tidak
bersembahyang dan tidak berpuasa ; bahkan tidak mengetahui sedikit juga arti
agama dan pupus rasa cinta agama dari kalbunya.
Juga bukan sedikit dari para ulama yang seluruh
waktunya dipergunakan untuk memberi pelajaran
kesana kemari, bila kita perhatikan anak isterinya, kedapatanlah kosong dari
pengetahuan dan pelajaran agama. Karena itu kita berseru, bahwa orang yang
paling dekat kepada kita, lebih berhak menerima ilmu kita, sebagaimana mereka
lebih berhak menerima harta kita.
Dan yang sangat mengecewakan hati lagi kejatuhan
perhatian mereka terhadap pendidikan
anak-anak perempuannya dalam soal keakhiratan. Lantaran itulah jarang kita
jumpai anak-anak perempuan yang terkemuka dalam soal keagamaan (ke-islaman).
Berbeda benar sudah keadaan kita sekarang dengan keadaan
salaf kita yang saleh.Sa’ied Ibnu musaiyab mengawinkan anaknya yang
perempuan dengan seorang muridnya. Pada suatu pagi berkata murid itu kepada
isterinya (anaperempuan sa’ied), ujarnya : “Idzinkanlah saya pergi sekejap”. Menanya
isterinya itu : “kemana tuan hendak pergi?” menjawab lakinya itu : “saya hendak
menghadiri pelajaran yang diberikan oleh ayahmu”.mendengar itu anak sya’ied berkata
kepada suaminya : “kalau demikian, duduklah. Aku akan ajarkan kepadamu ilmu
ayah”.
Imam malik menyuruh anaknya yang perempuan duduk
dibelakang pintu, memperhatikan pembacaan yang dilakukan oleh murid-murid
beliau. Apabila terjadi kesalahan pembacaan, maka anak-anak itu mengetok-ngetokkan
pintu. Apabila ketokan pintu berbunyi, beliau mengatakan kepada yang membaca :
coba ulang pembacaanmu; karena mungkin ada kesalahan.
0 comments:
Post a Comment