Pengertian, dasar hukum, status, rukun dan syarat wakaf - Sebagai agama yang membawa misi rahmatan lil'alamin (rahmat bagi seluruh alam). Islam mengajarkan kepada kita Agar ajarannya yang penuh dengan keseimbangan antara ibadah ritual dengan ibadah soasial. Dalam kehidupan sehari-hari kita diajarkan islam untuk selalu menjaga hak-hak kemanusiaan sebagai perwujudan dari ibadah social atau kita kenal dengan hablum minannas. Diantara sekian banyak ibadah sosial tersebut adalah tuntunan islam tentang pensyariatan wakaf. Wakaf adalah salah satu bentuk ibadah yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat yang pahalanya sangat luar biasa karena selama yang diwakafkan itu di fungsikan/digunakan untuk kebaikan maka insyaAllah pahalanya pun tetap mengalir seuai dengan fungsi dari yang diwakafkan. Pada tulisan kali ini kami akan membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan wakaf.
A. Pengertian wakaf
Berikut ini beberapa pengertian wakaf yang diungkapkan oleh para ulama fikhi
1. Menurut imam Abu Hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif (pewakaf) dalam rangka mempergunakan mamfaatnya untuk kebaikan. Berdasarkan deffenisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan untuk menariknya kembali dan boleh juga menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan. Jadi yang timbul dari wakaf adalah hanya menyumbangkan mamfaat. Misalnya wakaf buah kelapa, sedang tanah yang ditanami pohon kelapa masih milik si wakif.
1. Menurut imam Abu Hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif (pewakaf) dalam rangka mempergunakan mamfaatnya untuk kebaikan. Berdasarkan deffenisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan untuk menariknya kembali dan boleh juga menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan. Jadi yang timbul dari wakaf adalah hanya menyumbangkan mamfaat. Misalnya wakaf buah kelapa, sedang tanah yang ditanami pohon kelapa masih milik si wakif.
2. Menurut Imam Malik, wakaf adalah pemberian mamfaat benda secara wajar untuk kebajikan mauquf bih (penerima wakaf), sedangkan benda itu tetap menjadi milik si wakif. Berdasarkan defenisi di atas, wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan si wakif, tetapi wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain, dan wakif berkewajiban menyedekahkan mamfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Misalnya mewakafkan uang.
3. Menurut Imam Syafi’I dan Ahmad bin Hambal, wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif setelah sempurnanya prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apapun terhadap harta yang diwakafkan, seperti perlakuan pemilik harta wakaf dengan cara memindahkan kepemilikannya kepada orang lain, baik dengan tukar menukar maupun tidak. Jika wakif wafat maka harta yang diwakafkan tidak dapat diwariskan kepada ahli warisnya. Penyerahan harta wakaf dari wakif ke penerima wakaf bersifat mengikat. Jika wakif mengambil alih kembali maka hakim berhak memaksanya agar memberikannya kembali kepada penerima wakaf.
4. Menurut mazhab Imamiyah, harta yang diwakafkan menjadi milik maukuf ‘alaih, tidak berhak melakukan suatu tindakan atas bendawakaf tersebut, baik menjualnya maupun menghibahkannya.
B. Dasar Hukum Mensyariatkan Wakaf
1. Surah Ali imran ayat 92
Artinya “ Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui”.
Ayat tersebut secara umum berkaitan dengan masalah infak dengan sedekah dari sebagian harta yang kita cintai. Dalam hal ini termasuk wakaf yang juga memiliki sifat menginfakkan semua sesuatu dengan cara penyerahan kemamfaatan suatu benda atau barang yang diberikan wakif untuk kepentingan umum yang bersifat positif.
Artinya “ Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui”.
Ayat tersebut secara umum berkaitan dengan masalah infak dengan sedekah dari sebagian harta yang kita cintai. Dalam hal ini termasuk wakaf yang juga memiliki sifat menginfakkan semua sesuatu dengan cara penyerahan kemamfaatan suatu benda atau barang yang diberikan wakif untuk kepentingan umum yang bersifat positif.
2. Surah Al-Baqarah ayat 261
Artinya “ Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui”.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa apa saja yang kita infakkan dari harta yang kita miliki dengan ikhlas di jalan Allah, termasuk dalam hal ini apa yang kita wakafkan, akan mendapatkan balasan yang berlipat banda sebesar tujuh ratus kali lipat dari setiap satu kebaikan yang kita lakukan.
C. Status Wakaf
Sebelum suatu barang diwakafkan, tidak ada yang menyangkal sedikit pun bahwa ia adalah orang orang menwakafkan. Sebab, wakaf dipandang tidak sah, kecuali terhadap barang yang dimiliki secara sempurna. Kemudian, jika wakaf itu sudah dilaksanakan maka banyak perbedaan pendapat ulama terhadap status kepemilikan barangyang diwakafkan.
Imam Malik berpendapat bahwa kepemilikan barang yang diwakafkan tetap berada ditangan pemilik aslinya, tetapi ia tidak boleh menggunakannya lagi. Adapun Imam Hanafi mengatakan bahwa barang yang diwakafkan itu sudah tidak ada lagi pemiliknya, pendapat inilah yang paling kuat diantara beberapa pendapat dikalangan para pengikut mazhab Imam Syafi’I, sedangkan Imam Hambali mengatakan bahwa barang tersebut berpindah ketangan yang diwakafi.
Imam Malik berpendapat bahwa kepemilikan barang yang diwakafkan tetap berada ditangan pemilik aslinya, tetapi ia tidak boleh menggunakannya lagi. Adapun Imam Hanafi mengatakan bahwa barang yang diwakafkan itu sudah tidak ada lagi pemiliknya, pendapat inilah yang paling kuat diantara beberapa pendapat dikalangan para pengikut mazhab Imam Syafi’I, sedangkan Imam Hambali mengatakan bahwa barang tersebut berpindah ketangan yang diwakafi.
D. Rukun dan Syarat Wakaf
Rukun yang harus dipenuhi dalam proses pelaksanaan wakaf ada lima :
1. Waqif ( orang yang mewakafkan )
2. Mauquf ( harta yang diwakafkan )
3. Mauquf alaih ( sasaran wakaf )
4. Nazir ( pengelolah harta yang diwakafkan )
5. Sigat ( lafal wakaf )
1. Waqif ( orang yang mewakafkan )
2. Mauquf ( harta yang diwakafkan )
3. Mauquf alaih ( sasaran wakaf )
4. Nazir ( pengelolah harta yang diwakafkan )
5. Sigat ( lafal wakaf )
Masing-masing dari lima rukun wakaf tersebut memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :
1. Wakif, yaitu orang yang mewakafkan harta, adapun syarat menjadi waqif adalah sebagai berikut :
a. Cakap dalam bertindak, artinya mereka yang mewakafkan hartanya, adalah orang yang memiliki status merdeka, bukan budak, berakal sehat, dan balig atau cukup usia menurut agama. Jika ada seorang anak kecil yang belum sampai pada usia balig, lalu mewakapkan harta atau barangnya maka apapun yang diwakafkan tidak sah.
b. Berhak berbuat kebaikan, artinya orang yang mewakafkan hartanya mereka yang tidak mengalami pailit kekayaan sehingga semua hartanya disita oleh Negara.
c. Kehendak sendiri, artinya tidak adanya paksaan dalam melakukan wakaf dari siapa pun dan pihak mana pun
.
.
2. Mauquf, yaitu barang yang diwakafkan. Adapun syarat barang yang diwakafkan adalah sebagai berikut :
a. Benda yang diwakafkan harus jelas wujud dan bentuknya, sehingga wakaf yang tidak menyebutkan secara jelas harta yang diwakafkan tidak sah pelaksanaan wakafnya
b. Benda yang diwakafkan memiliki nilai guna atau kemamfaatan sehingga tidak sah hukumnya mewakafkan barang atau harta yang tidak dimiliki nilai mamfaat sama sekali, seperti benda-benda yang memabukkan atau benda-benda haram yang lainnya.
b. Benda yang diwakafkan memiliki nilai guna atau kemamfaatan sehingga tidak sah hukumnya mewakafkan barang atau harta yang tidak dimiliki nilai mamfaat sama sekali, seperti benda-benda yang memabukkan atau benda-benda haram yang lainnya.
c. Benda yang diwakafkan adalah milik penuh orang yang mewakafkan (waqif) sehingga tidak sah mewakafkan benda milik orang lain yang dikontraknya.
d. Mamfaat dari benda yang diwakafkan itu bersifat lama sehingga tidak sah mewakafkan makanan atau minuman yang cepat habis dalam waktu singkat.
3. Nazir, yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari waqif untuk dikelola sesuai dengan peruntukannya, nazir bisa membentuk perseorangan, organisasi atau lembaga hukum lainnya. Para imam mujtahid tidak menjadikan nazir sebagai rukun wakaf tetapi salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh siwakif agar wakaf tetap utuh dan terjaga sehingga mengalirkan kemamfaatan yang lebih banyak.
4. Mauquf ‘alaih yaitu fihak yang menerima mamfaat dari pengelola wakaf. Apabila orang menerima mamfaat itu adalah orang yang sudah ditemukan namanya ( khusus ) maka syaratnya adalah mereka yang sah menerima kepemilikan, misalnya yang menerima mamfaat wakaf itu sah menerima kepemilikan. Begitu juga, tidak sah kepada orang yang sudah meninggal atau kepada bangunan.
5. Sigat (lafal pengucapan wakaf), yaitu lafal yang diucapkan ketika melakukan proses perwakapan. Adapun syarat-syarat umum wakaf adalah :
a. Menggunakan kata-kata yang jelasb. Tidak ada pembatasan waktu
c. Jelas untuk apa wakaf itu dilakukan
d. Bersikap tetap dan mengikat sehingga tidak ada khiyar seperti dalam jual beli.
0 comments:
Post a Comment